Sabtu, 11 Oktober 2014

Artikel Pancasila dan Penyimpangannya

PANCASILA DAN PENYIMPANGANNYA 

 Pada dasarnya, pancasila merupakan landasan kokoh Negara Indonesia, sebagai Ideologi dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Pancasila berperan penting sebagai control dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mengacu pada pengaturan dan pengendalian hidup berbangsa yang lebih baik. 
Malangnya dewasa kini, telah terjadi degradasi besar-besaran atas pemahaman akan nilai-nilai pancasila, yang menyebabkan tibulnya penyimpangan-penyimpangan yang sudah mengingkari makna pacasila itu sendiri. Berbagai factor banyak mengambil andil atas hal ini, di mana banyak generasi muda sudah tidak lagi paham akan makna pancasila dan bermasa bodoh akan pandangan hidup bangsanya. Pada era Global inipun, berbagai hal turut ikut campur dalam melunturkan pemahaman anak-anak bangsa kita mengenai ideology yang telah dianut puluhan tahun ini. Sungguh malang bangsa seperti itu, terlebih mengingat bahwa bangsa itu adalah bangsa Indonesia. Mengapa penyimpangan terjadi atas landasan bangsa kita? Mengapa pandangan hidup bangsa dan Negara yang telah diperjuangkan oleh darah dan daging orang-orang sebelum kita para generasi muda malah hanya menjadi hal yang dipandang tak bermakna? Seperti inilah bangsa Indonesia di masa sekarang. Jika hal seperti ini teruslah berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan, pancasila itu hanya akan menjadi tulisan tanpa makna yang bergelar dasar Negara atau ideology bangsa. 
Sebelum menggali dan menerjang lebih dalam mengenai berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi atas landasan Negara kita, perlulah kita mengetahui apa Pancasila itu, apa landasan itu sebenarnya. Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan. 
 Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat. 
 Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut : 
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 
3. Persatuan Indonesia 
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia 
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. 
Pancasila, saat ini berperan penting, hal itu terbukti bahwa saat ini pancasila telah dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga bangku perguruan tinggi. Tetapi meskipun begitu, masih saja banyak yang tidak memahami arti sebenarnya atas ideology Negara ini. atas dasar tersebut pula, penyimpangan yang terlihat jelas terjadi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, mulai dari pemahaman, pengamalan, sampai pengaturan tata aturan Negara yang menyimpang dari pancasila. Umumnya, kebanyakan penyimpangan tersebut disesuaikan dengan amalan Negara Indonesia yang demokratis, sehingga hokum-hukum yang tertata dalam undang-undang dasar mengikuti bentuk Negara Indonesia yang demokratis tanpa memperhitungkan pengamalan pancasila di dalamnya. 
Pada tanggal 12/2 lalu, tepatnya di salah satu gedung kampus biru Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, berlangsung seminar bertajuk Sarahsehan Kebangsaan “Mewujudkan UUD Berdasarkan Pancasila” yang digagas oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM dengan menghadirkan berbagai pakar dan intelektual seperti Ketua PSP UGM Prof. Dr. Sudjito, Tokoh Masyarakat Prof. Dr. Ahmad Safii Maarif, Guru Besar Ilmu Filsafat UGM Prof. Dr. Kaelan, dan Sosiolog UGM Prof. Dr. Sunyoto Usman. 
Guru Besar Filsafat UGM, Prof. Dr. Kaelan mengatakan amandemen UUD 1945 yang mengatur tentang Negara Hukum, Tujuan Negara, dan Demokrasi, tidak menunjukkan adanya hubungan yang koheren dengan nilai-nilai cita hukum yang terkandung dalam esensi staats fundamental norm yaitu nilai-nilai Pancasila. “Hasil penjabaran dari amandemen UUD lebih memprioritaskan aspek politik dan hukum sementara tujuan negara welfare state tidak dijadikan prioritas,” begitu tutur Kaelan. Pernyataan ini membuktikan ketidaksinkronan antara nilai-nilai hokum yang terkandung dalam UUD dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila. 
Kaelan mencontohkan beberapa pasal UUD 1945 misalnya, ayat 4 pada pasal 33 yang mengatur perekonomian Indonesia bertentangan dengan tiga ayat sebelumnya. “Yang intinya menyebutkan demokrasi ekonomi dan dalam prakteknya diterapkan ekonomi liberal. Pasal ini tidak koheren dengan pembukaan UUD 1945, Pancasila dan Pasal 1 UUD 1945,” katanya. 
Pasal lainnya, seperti Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik, lalu pada ayat 2 Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Namun berdasarkan sistem demokrasi hasil amandemen, kekuasaan eksekutif dan legislatif, menunjukkan representasi kekuasaan rakyat berhenti pada presiden, DPR dan DPD. Menurut Kaelan, jika kedaulatan rakyat berhenti pada presiden dan DPR maka tujuan negara tentang kesejahteraan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila akan mustahil terwujud. 
Selain itu pada pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang pemilihan Umum juga menunjukkan kontradiksi, dimana proses demokrasi berprinsip liberalisme-individualisme, karena semua dilaksanakan secara langsung berdasarkan pada prinsip matematis tanpa memberi ruang musyawarah dan mufakat. 
Sejalan dengan pernyataan Kaelan, Ahmad Syafii Maarif menilai hasil pemikiran amandemen UUD 1945 saat ini jauh menyimpang pada nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, titik pangkal persoalan ada pada perilaku elit negara yang tidak bersikap negarawan. “Amandemen UUD itu karena ada euforia begitu rupa. Amandemen 4 kali itu tidak sehat, sarat emosional,” begitu katanya. 
Untuk meluruskan kembali UUD 1945 yang berdasarkan pada Pancasila, Safii Maarif mengusulkan agar bisa merujuk hasil dokumen konstituante 1956-1959. “Perlu ungkap kembali, 90 persen isinya bagus,” katanya. 
Kepala PSP UGM, Prof. Dr. Sudjito, mengatakan amandemen UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang ada saat ini banyak yang tidak sesuai dengan Pancasila. Sebab, wakil rakyat dahulunya tidak diajarkan tentang ilmu dan norma-norma dasar filsafat Pancasila. “Jika norma dasarnya salah, tataran praksis akan tetap salah,” tambahnya. Dari pernyataan Prof. Dr. Sudjito ini, mengisyaratkan kurangnya pendidikan berbangsa dan bernegara berbasis Pancasila yang dienyam oleh wakil-wakil rakyat, sehingga menjadikan timbulnya kesalahpengertian atas pengamalan pancasila yang seharusnya sejalan dengan UUD, terbukti dengan banyaknya pasal-pasal dalam UUD yang menyimpang dari nilai hokum yang terkandung dalam pancasila. 
Diakui Sudjito, banyak peraturan perundang-undangan yang dihasilkan hanya menyesuaikan pada kepentingan partai, kelompok, dan tidak jarang mencomot ideologi asing. (Humas UGM/Gusti Grehenson). 
 Sayang sekali, dari sekian banyak kasus kenegaraan, penyimpangan pancasila inilah yang paling besar dampaknya pada system dan bentuk kenegaraan kita, tetapi masalah ini pulalah yang terlampau sedikit menjadi sorotan masyarakan luas. Warga Negara yang ada hanya mementingkan kepentingan individualis dan bersifat liberal, partai-partai politik bersenandung senada demi mencapai tujuan masing-masing tanpa melihat konsep Negara yang tidak sejalan dengan amalan mereka bahkan sampai mencomot ideology asing (Prof. Dr. Sudjito). 
Hal-hal seperti tersebut di atas, merupakan sedikit banyak factor yang menyebankan penyimpangan terjadi di sana-sini, bukan hanya UUD yang menunjukkan penyimpangan menganga mengenai kesalahpahaman konsep Pancasila, tetapi dari bangsa Indonesia itu sendiri, terutama generasi mudanya. Para generasi muda sekarang semakin mengincar kepentingan pribadi sendiri. Dalam sebuah interview yang disaksikan oleh salah seorang guru penulis, menyorot keprihatinan putra bangsa kita mengenai pemahamannya atas Pancasila. Dalam siaran stasiun televise TVRI yang disiarkan 2 tahun yang lalu, seorang wartawan mewawancarai salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia mengenai pancasila. Tragisnya, si mahasiswa banhkan tidak bisa menghafal tiap bait dari pancasila itu sendiri. Ini menjadi contoh sekaligus bukti nyata ketidak pekaan bangsa sendiri terhadap Ideologi Negara. 
Di sisi lain, salah satu factor yang juga ikut mengambil andil adalah masuknya ideology asing yang kini dianut oleh pribadi bangsa kita. Seperti yang dituturkan oleh Prof. Dr. Sudjito dalam Sarahsehan Kebangsaan, banyak peraturan perundang-undangan yang mementingkan kepentingan partai atau golongan tertentu yang bahkan mencomot ideology asing dan tidaklah sejalan dengan pancasila. Hal ini membuat pancasila yang seharusnya dapat sejalan dengan perkembangan zaman, ideology yang terbuka, malah terlihat seperti seonggok tulisan yang beridentitaskan dasar Negara tanpa adanya bentuk partisipasi dalam pengamalannya oleh warga Negara itu sendiri. 
Masalah kenegaraan seperti ini tidak seharusnya mencuat ke hadapan dunia, mengingat bangsa kita adalah bangsa yang satu, seharusnya kerjasama yang terjalin dapat meringankan beban seperti ini. sejalan dengan hokum-hukum pancasila, UUD sebaiknya direvisi untuk menemukan tuntutan hokum yang lurus berpatokan pada dasar idologi Negara, dan para generasi muda bangsa, perlulah dipertegas arti sebenarnya pancasila itu, ditanamkan di dalam pribadi mereka mengenai konsep dasar pancasila agar menjadi warga Negara yang sarat hokum dan memperhatikan kondisi negaranya. 
Selanjutnya, berpatokan pada sifat Pancasila yaitu merupakan ideology terbuka, konsep dasar Negara kita seharusnya berjalan beriringan dengan zaman, menerima konsep dari luar tetapi tidaklah mengubah dasar kontekstualnya. Dengan begitu, tidak akan ada idologi asing yang dianut oleh golongan bangsa kini, dan membentuk pribadi-pribadi yang memperhatikan hokum.

Jumat, 23 Mei 2014

JUMPING (part 4)


JUMPING (Part 4)

Main Cast: Hey! Say! JUMP member, and view other
Genre: Romance, Friendly, Shounen ai
Rating: T
Pair: author baru dapat beberapa pasang yang cocok. Tapi soal kepuasan reader, author gak jamin, diantaranya NakaYama, TakaDai, RyuChii















Kami sampai di dalam apartemen Chii, ketika bel pintu ditekan oleh Yama-chan, orang yang membukakan pintu itu bukan Chii, melainkan sosok yang sudah 2 tahun ini menjadi kekasihnya. Kami memutuskan menunggu si kecil itu berdandan.
Aku, Inoo, Yama-chan dan Yuuto duduk bersama di atas sofa empuk yang tersusun rapi di ruang tamu apartemen Chii, kami merasa bosan dengan sedikit suasana yang agak garing.
“minna, tolong tunggu sebentar lagi, Chii masih membereskan rambutnya” sosok yang tadi membuka pintu kini turun dari tangga, ia baru saja dari kamar Chii untuk memastikan keadaannya. Bukan, bukan sakit atau terluka karena berdandan.
“oh, sou ka? Baiklah, kami menunggu” jawab Inoo dengan senyum khasnya.
“ara-ara..., anak itu tidak pernah berubah” ujar ketus Yuuto.
“oi, bukan salah Chii karena kaku dalam berdandan” bela Yama-chan.
“sa, Ryu-chan, apa kau juga ingin ikut bersama kami?” tanyaku pada sosok itu.
“kita ajak si tupai saja, tidak perlu membawa penggila tikus ini” celetuk Yuuto lagi-lagi dengan nada juteknya.
“Nakajima-san..., aku ini bukan penggila tikus” gumam Ryu-chan dengan nada dipaksakan, tampak sebuah perempatan di sudut dahinya.
“sou? Lalu makhluk yang kau sebut Ham-chan itu dari jenis apa?” Yuuto masih saja menggodanya.
“Yuuto, hentikan itu” desis Yama-chan dengan wajah killer. Aku memperhatikan itu, dan Yuuto benar-benar ciut karenanya.
Ryu-chan mendekat dan duduk bersama kami, terlihat dia masih kesal dengan ungkapan Yuto.
“Ham-chan bukan tikus, manusia tongkat. Dia itu hamster!!!” jelas Ryu-chan sambil menatap sinis pada pria bermarga Nakajima itu, yang lain hanya tertawa. Ingin Yuto membalas itu, tapi niatnya kembali diurungkan ketika melihat death glare dari kekasihnya yang telah disiapkan untuknya.
“sasuga Ryutaro. Tentu kami akan mengajakmu. Karena jika tidak, Chii akan terlihat murung sepanjang perjalanan” sahut Inoo sambil tertawa, diikuti oleh yang lain.
“haha..., yah, kalian benar. Chii memang tidak berubah. Mungkin karena itu, tuhan mempertemukan kami” ujar Ryu-chan dengan tatapan lembut dan senyum kecil di bibirnya.
“sou yo ne, aku ingat Chii menjadi sangat dekat denganku ketika kalian mulai saling mendekati” sahutku.
“yaah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku dan Chii jika tidak ada kau dan Inoo-san” ujar Ryu-chan sambil tersenyum, senyum yang lebih lebar dari yang tadi.
“kau dulu playboy. Dan kau bahkan sempat membuat Chii menangis” sahut Inoo-chan. Suasana menjadi dingin, semua terdiam. “sudahlah, itu sudah lama, ehe...” celetuk Inoo-chan kemudian, dan suasana kembali cair.
“aah, itu sudah lama sekali. Waktu kita masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Aku ingat Chii menjadi anak yang sangat populer!” sahutku.
“haha..., sou yo ne! Dia anak yang jenius dan sangat manis” Inoo menambahkan.
“yaah, mungkin karena itulah aku menyukainya. Dia benar-benar polos saat itu”
@FLASH BACK@
Waktu itu adalah awal April, awal musim semi di mana bebungaan tumbuh lebih berwarna dan baunya jauh lebih wangi dan bervariasi seperti warna dan bentuknya. Semua terlihat sama ketika aku merasakannya dengan keadaan di sekelilingku, seperti tidak ada yang berubah, maksudku, meski ini adalah musim semi tapi terasa tidak ada perbedaan mencolok dengan hari-hari atau musim sebelumnya. Kami sudah lulus sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, dan sekarang melanjutkan ke sekolah menengah atas. Inoo dan aku bersekolah di tempat yang sama, kami menjadi lebih dekat dari dulu, apalagi saat ini kami satu kelas. 3 domba sahabatku berpisah sekolah ketika memasuki SMP, Chii masuk sekolah yang sama denganku, Yama-chan di Fukuoka bersama ayahnya, dan Dai-chan bersekolah di Saitama. Anak-anak JUMP itu juga mengikuti mereka, maksudku orang yang mereka sukai.
Chii tumbuh menjadi anak yang lumayan populer di sekolah kami, dia adalah siswa yang jenius dan diincar oleh banyak gadis. Meskipun tidak terlalu berbeda denganku dan Inoo, tapi tetap saja dia sangat populer. Chii menjadi anggota OSIS dan mendapat banyak perhatian dari guru-guru.
Ini sudah tahun ajaran kedua, dan penerimaan siswa baru telah selesai beberapa minggu yang lalu, kalau tidak salah hari ini adalah puncak MOS, Chii terlihat lebih sibuk dari biasanya. Banyak yang harus disiapkannya untuk hari ini, meskipun aku yakin dia sudah menyelesaikan semuanya dari kemarin, tapi dia masih saja sibuk.
*JUMPING*

“Chii, kau ada waktu? Istirahat nanti makanlah denganku dan Inoo” sahutku saat kudapati dia di dalam kelas di sela jam pelajaran. Kelas terdengar riuh dan ramai. Tetapi Chii terlihat masih berkutat dengan apa yang ada di atas mejanya. Sebuah proposal.
“ah, gomen nasai. Aku tidak bisa, mungkin besok. Aku masih harus mengadakan rapat dengan anggota OSIS lain, kalau tidak, Nakayama-senpai akan menghukumku” jawab Chii dengan wajah memelas.
“oosh, ganbare yo! Nanti kalau selesai akan ku traktir!”
“ehe..., haik, akan kutunggu!” Chii kembali tersenyum, meski wajahnya terlihat lebih pucat dari biasanya. Aku yakin dia kekurangan tidur selama 3 hari ini, poor Chii. Dia benar-benar takut dengan si Nakayama itu.
“Chii, kalau tidak sempat makan siang, makanlah ini!” aku agak tersentak, Inoo datang tiba-tiba sambil menyodorkan sekotak obento pada Chii.
“eh? Iie, tidak perlu. Bukankah ini obento Inoo-chan? Aku baik-baik saja” jawab Chii sambil berusaha menolak obento yang diberikan Inoo.
“yada yo Chii. Aku dengar darinya bahwa kau tidak pernah makan siang selama hari-hari MOS, anggota OSIS sepertimu juga perlu makan. Ne, ambillah, dan makan kalau kau ada waktu.” Inoo sepertinya ngotot sekali, dia sampai hanya melirikku saja.
“teme..” desis Chii sambil melempar death glare ke arahku. Tapi aku benar kan?!
“eeh, a-arigatou ne, Inoo-chan” ucap Chii akhirnya menerima obento tersebut. Aku merasa lega, keakraban mereka membuatku merasa semua ini akan baik-baik saja. Chii itu orang yang pemalu, dan dia selalu terlihat polos dan sering dipermainkan oleh orang lain yang menganggapnya lemah. Tapi di sisi lain, dia itu sebenarnya orang yang kuat dan disiplin. Selama menjadi anggota OSIS, dia selalu melakukan apa yang terbaik yang bisa dia berikan. Chii benar-benar berjuang keras. Belakangan ini, sejak masuk SMP, kami bertiga menjadi sangat dekat. Inoo pernah bilang bahwa dia menganggap Chii itu saudaranya sendiri, dan mereka benar-benar akrab.
*JUMPING*
Bel pulang berbunyi ketika jam-jam yang berada di dalam sekolah serantak menunjuk angka 3. Semua siswa yang berada di lingkungan sekolah itu berhambur menuju gerbang. Ekspresi wajah mereka terlihat berbeda dari beberapa jam sebelumnya, air muka itu seperti mengatakan ‘Hore Aku Bebas!’.
Seperti biasa, Inoo dan aku akan pulang bersama. Suara langkah kaki kami terdengar cukup nyaring di sepanjang koridor sekolah, itu karena sekolah sudah sepi. Aku dan Inoo agak telat pulang karena Matsujun-sensei menuruh kami untuk membantunya ‘sedikit’ merapikan buku-buku yang berhamburan di dalam perpustakaan akibat ulah anak-anak nakal. Lain kali akan kuurungkan niatku untuk apapun jika harus pergi ke perpustakaan dengan sensei itu di dalamnya.
Kaki-kaki kami masih terus melangkah, melewati ruang-ruang kelas yang telah kosong dalam diam. Aku tidak tau apa yang sedang dipikirkan Inoo saat ini.
“ano ne, Chii wa daijobu ka?” sahut Inoo memecah keheningan.
“eeh? Doushita?”
“akhir-akhir ini Chii terlihat lebih pucat dari biasanya, aku tidak suka dia menjadi bekerja terlalu keras, Chii itu...” Inoo sangat menghawatirkan Chii, aku tahu itu. Dan dia juga merasakannya, bahwa Chii itu orang yang bekerja keras. Dan dia sulit berhenti untuk apapun.
“daijobu da yo. Chii wa tsuyoi otoko da! Inoo-chan wa Chii o shinjiru” kulihat air muka Inoo berubah, dia sepertinya cukup terkejut dengan perkataanku.
“sou yo ne. Aku harusnya mempercayainya” ujar Inoo.
Kami kembali melanjutkan perjalanan kami. Langit sore terlihat lebih indah hari ini, sapuan warna oranye dan kelabu melukis cakrawala, memberikan pemandangan yang hangat. Kami masih terus berjalan, itu karena rumah kami masih cukup jauh #plakkkk.
*JUMPING*
Malam menjelang, jam dinding kamarku menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit, ini waktuku belajar. PR yang harus kukerjakan masih banyak, dan konsentrasiku harus buyar karena ketukan pintu kamarku oleh kaa-san.
“kau di dalam nak?” seru kaa-san dari luar.
“hai, nani o Kaa-san?!” jawabku.
“temanmu mengunjungimu. Haruskah dia kaa-san suruh masuk ke kamarmu saja?”
Teman? Sapa yang bertamu malam-malam begini? Lagipula tidak ada yang memberitahuku tadi selama di sekolah bahwa ada yang akan datang ke rumahku. Jadi siapa? Inoo tidak mungkin, karena kaa-san akan langsung menyebut namanya. Setelah berpikir beberapa saat, akupun menjawab.
“haik, silahkan!” aku berlari ke arah pintu, lalu memutar sedikit kuncinya untuk memastikan pintunya terbuka. Aku kembali ke meja belajarku.
Beberapa saat kemudian, pintu kamarku berbunyi ketukan lagi.
“masuklah!” seruku. Pintu itu kemudian perlahan terbuka, aku memperhatikan. Tetapi sesaat kemudian aku terkejut, orang yang bertamu malam-malam seperti ini, Chii?
“ara, Chii?” aku menghampirinya, penasaran dengan alasannya datang ke rumahku malam-malam begini. “doushita no?”
“eto..., ada yang ingin kubicarakan” jawabnya sambil menghadap ke arah lain. Apa ini hanya khayalanku sebelum mimpi atau Chii benar-benar tersipu? Demo..., nande?
“nani sore?”
“ano...., eto..., kurasa..., aku..., su-suka dengan seseorang” jawabnya sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam, aku yakin wajahnya benar-benar sangat memerah saat ini. Chii menyukai seseorang?! Apa ini pertanda buruk?? #plakkkk
Aku mengajaknya ke atas tempat tidur untuk bercerita dalam keadaan yang nyaman (note: minna jangan berpikiran yang macam-macam, ratingnya masih T noh!).
“sa..., siapa namanya? Apa kau pernah mengenalnya sebelumnya?” tanyaku membabi buta. Yaah, entah kenapa aku menjadi sangat tertarik sekali pada kisah Chii.
“eto..., namanya.., Morimoto Ryutaro...” jawabnya terbata. Yaampun, kenapa Chii bisa seperti ini? Inikah pengaruh cinta pada pandangan pertama!?? “aku belum pernah bertemu dengannya. Demo...”
“kalian bertemu di mana? Ceritakan padaku!”
“aku..., bertemu dengannya kemarin. Hari terakhir MOS”
*FLASH BACK: CHII POV*
“cepat!!! Kita hampir kehabisan waktu di sini! Apa kalian tidak bisa bekerja lebih cepat lagi?! Pembawa materi akan segera datang dan hari ini akan segera selesai untuk kalian!!” yaampun, suara cempreng Nakayama-senpai benar-benar menggelegar di lapangan ini. Ini merupakan kegiatan outdoor terakhir untuk hari ini, hari terakhir MOS. Nakayama-senpai jauh lebih ganas pada para peserta MOS dibanding beberapa hari sebelumnya.
“Chii, kau sudah makan?” seseorag menyapaku, dari suaranya aku sudah tau siapa dia. Aku mengenalnya sebagai bagian dari OSIS. Aku berbalik, menatap sosok itu.
“aah, Okamoto-san. Iie, belum” jawabku.
“ayo ke kantin bersama”
“gomen ne, aku belum bisa. Aku masih harus membantu Nakayama-senpai, selain itu, Inoo-chan sudah memberiku obento. Arigatou ne” jawabku merasa tidak enak.
“ah, sou ka. Ja, aku pergi ya.”
“eto, Okamoto-san, bukankah Yaotome-san juga sedang tidak ada kegiatan? Kenapa tidak bersamanya?” tanyaku.
“iie, kurasa dia akan punya pekerjaan lain jika aku yang mengajak. Sudah ya” jawabnya sambil berlalu pergi ke kantin.
Kedua orang itu sangat tidak akrab ya? Padahal mereka juga satu kelas, yaampun, apa yang terjadi antara mereka?
“senpai...” sebuah suara lagi-lagi mengintrupsiku, kali ini aku tidak tahu siapa. Jadi aku berbalik lagi. Dia seorang peserta MOS. Itu karena pakaiannya yang masih mengenakan kostum cosplay err.., kurasa itu karakter Akihito Kanbara dalam anime Kyoukai no Kanata.
“eh? Doushita?”
Tingkahnya aneh, kenapa menatapku dengan tatapan seperti itu? Tapi..., tunggu dulu, ada apa denganku? Kenapa rasanya jantungku berdetak sangat kencang? Nani ga itta??!!!
“eto..., apa senpai sudah punya pacar?” tanyanya.
“eeh? Ke-kenapa?”
“senpai jadilah pacarku!” dia mengucapkan itu dengan senyum yang polos. Apa dia orang sehebat itu?
“hieee???!!!”
PLAKKK
“ittaaiii!!” anak itu mengaduh sakit setelah mendapat hadiah bogem mentah dari Nakayama-senpai di kepalanya.
“kau ingin masuk sekolah ini atau merayu senpaimu hah? Kembalilah ke barisanmu dan segera masuk ke aula!” ujar Nakayama-senpai dengan wajah killernya, dia terlihat serius.
“su-sumimasen Nakayama-senpai.” Ucapnya setelah mengelus kepalanya “gomen ne Chinen-senpai. Ore wa Morimoto Ryutaro desu, suki da!” setelah mengatakan itu anak bernama Ryutaro Morimoto itu segera pergi ke tempat yang ditentukan oleh Nakayama-senpai. Sementara aku masih membatu di tempat karena kalimat yang barusan dilontarkan olehnya.
“tidak perlu kau pikirkan anak itu. Dia sepupuku, dan dia itu playboy” sahut Nakayama-senpai sadar akan sikapku pada Ryutaro.
“eh? Uh...uhm” anggukku.
###
Saat semua kegiatan itu sudah selesai, aku segera menuju ruangan OSIS yang terletak di ujung lobi sekolah, cukup jauh dari aula tempat penerimaan materi. Di tanganku masih menggantung obento yang diberikan Inoo tadi siang. Kurasa sudah mendingin, mengingat ini sudah jam berapa. Tapi obento buatan Inoo-chan pasti enak.
Aku masih terus berjalan di lobi-lobi yang sudah mulai sepi itu, orang-orang sudah mulai berpulang meskipun bel pulang harusnya berdering 30 menit lagi. Ketika aku melewati taman, mataku tidak sengaja menatap sebuah sosok yang duduk di atas fountain yang menghiasi tengah taman dengan bebungan di sekelilingnya. Aku tertarik, lalu kulangkahkan kakiku menuju sosok itu. Masih belum, aku merasa penasaran. Dari pakaiannya sepertinya dia adalah peserta MOS. Dan sepertinya dia anak itu, si bocah Morimoto itu.
“uhm..., ano..., Morimoto ka?” sapaku setelah berada cukup dekat dengannya. Dia berbalik, dan benar. Kostum seragam Akihito yang dikenakannya benar-benar mengingatkanku. Entah kenapa, air mukanya berubah. Aku yakin tadi dia terlihat murung.“ah, Chinen-senpai!” ia melompat ke arahku, tepat di hadapanku. Sesuatu di dadaku seperti bergejolak. Dadaku terasa sempit karena itu. Aku mundur beberapa langkah.
“e-eh, nani? Apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau pulang sekarang?” tanyaku sedikit OOT.
“eto..., aku menunggu senpai!” jawabnya lagi-lagi dengan senyum polosnya.
“eeh? Nani?”
“kita bisa pulang bersama mulai sekarang senpai”
“eto..., sumimasen na, masih ada yang perlu kulakukan di ruang OSIS. Ja..., sampai jumpa lagi”
“senpai membawa obento?” pertanyaannya keluar dari topik.
“ea, tadi Inoo-chan memberikannya padaku saat pergantian jam pelajaran” jawabku.
“dia kekasihmu, senpai?” aku agak terlonjak dengan pertanyaannya itu. Apa yang dipikirkannya sebenarnya?
“iie, Inoo-chan wa watashi no tomodachi desu. Sudah ya” aku pasti pergi dari tempat itu sekarang, tapi kembali kuurungkan karena telingaku menangkap bunyin mencurikagan.
KRUUK~~
Aku kembali memandang anak itu, terlihat dia sedang memegangi perutnya yang berbunyi. Wajahnya memelas.
“kau lapar?” tanyaku sambil berusaha menahan tawa. Dia menggeleng, tetapi perutnya sepertinya berkata sebaliknya, karena bunyinya terdengar lebih keras dari yang tadi. Aku tersenyum melihatnya.
“apa kau tidak pergi mencari makan? Kurasa beberapa jam yang lalu kantin masih belum tutup”
“aku menunggu senpai sampai kegiatan itu selesai. Dan aku tidak pergi mencari makanan.”
“hh..., bakamono. Yasudah, makanlah bento ini denganku”
“eh, yada yo. Senpai lebih lapar dariku. Senpai saja yang makan!” aku menggeleng, tetapi masih kurasakan senyum merekah dibibirku.
“iie, itu juga salahku. Douzo!” aku memaksanya dan akhirnya berhasil. Kami memakan obento buatan Inoo di pinggir fountain di tengah taman itu, suasananya terlihat berbeda. Anak itu makan dengan lahap, sepertinya dia benar-benar lapar.
“sou, kenapa kau menungguku? Bukankah kau punya teman yang lain?” tanyaku di sela suapan kami.
Kulihat dia agak terkejut, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan. Sedetik kemudian ia tersenyum.
“sore kara, Senpai wa daisuki yo!” jawabnya. Lagi-lagi jawaban seperti tu dengan wajah tanpa dosa.
“yame yo. Anata wa otoko, sore mo ore ga..., dame” ucapku tanpa menatap wajahnya. Tapi dia malah menatapku sekarang.
“dakara nanda?” nada suaranya terdengar marah. “boku wa, Chinen-senpai dai suki, kawaranai” ucapnya sambil tersenyum lembut. Aku tidak tau apa yang kupikirkan, tapi perasaan hangat merambah di hatiku. Dia..., entahlah.
“keh..., makanlah makananmu dan pulang.”
Kami melanjutkan makan itu dalam diam, hanya suara air di dalam fountain itu yang menjadi peramai suasana, angin tak bertiup kencang di sini. Tapi kurasa dia lebih sering menatapku daripada makanannya. Yah, terserah dia saja. Morimoto Ryutaro.
*FLASH BACK: CHII POV-END*
“ea, dia sepupu si Nakayama?” tanyaku dengan wajah datar. Chii mengangguk mengiyakan. “tapi dia playboy. Dan tidak ada yang menyukai hal seperti itu”
“haik, kau benar. Lalu apa yang harus kulakukan? Bukankah aku bisa merasakan apa yang Dai-chan dan Yama-chan rasakan dulu ketika mereka bertemu JUMP?”
‘kami-sama, dia sangat polos’ batinku menjerit. “ja..., apa yang akan kau lakukan?”
“shiranai, apa menurutmu dia serius?”
“ore mo shiranakute -_-. Kenapa kau tidak bertanya pada Inoo-chan?”
“Inoo-chan akan memberi saran gila, dia pecandu hal-hal seperti ini, dan aku takut saat dia mulai menggila mendengarku bercerita” jawab Chii sambil membayangkan Inoo dengan wajah seperti iblis.
‘ea, yang ingin dia lakukan adalah memberimu saran kan?’ batinku.
“sudah kuputuskan, aku akan meminta saran darimu. Sou, tanome yo”
Aku harus bagaimana lagi? Chii selalu menang dengan wajah seperti itu, wajah yang ekspresinya tidak bisa ditolak.
“hh..., haik, wakarimashita. Serahkan padaku” jawabku kemudian.
“sore kara, aku akan pamit. Trimakasih, uhm..., kapan-kapan aku boleh ke sini lagi?” tanya Chii sesaat sebelum keluar dari kamar.
“oh, tentu saja! Kapanpun kau mau!”
Chii tersenyum sangat manis, menandakan dia sudah cukup tenang saat ini. Dia pamit, keluar kamarku dan pulang. Saat langkah kakinya menjauh dari kamar, kulirik jam dinding di kamarku, jam yang terus berdenting itu menunjukkan pukul 9. Kami bercerita cukup lama tentang anak yang disukainya itu.
*JUMPING*
Akhirnya, peresmian penerimaan siswa baru untuk tahun ajaran kali ini diadakan. Itu artinya, semua siswa yang telah diterima mendaftar di sekolah ini telah resmi menjadi siswa di sini. Hanya orang-orang OSIS yang mengambil peran penting dalam menyelenggarakan acara ini, kami yang siswa biasa hanya sebagai peramai saja.
“Chii, makan siang nanti ikutlah bersamaku dan Inoo!” ajakku pada Chii saat kami sedang berada di perpustakaan. Aku tidak melihat Matsujun-sensei di manapun, jadi kuberanikan diri masuk ke perpustakaan untuk sekadar menyapa Chii, pelajaran kedua akan dimulai 8 menit lagi dan Chii tidak pernah sekalipun datang ke kelas hari ini. Sudah 1 minggu ini dia tidak terlalu aktiv di dalam kelas. Katanya sih, izin sudah dikantongi olehnya dari kepala sekolah, tapi ketika aku bertemu dengannya, kondisinya semakin buruk saja.
“ah.., gomen ne. Aku benar-benar tidak bisa. Mungkin setelah hari ini.” Jawabnya sambil berusaha tersenyum.
“Chii?”
“ah, acaranya akan segera di mulai. Aku permisi dulu, Nakayama-senpai dan aku harus mempersiapkan beberapa perlengkapan” setelah mengatakan itu, Chii langsung pergi meninggalkanku dan menuju ke ruangan OSIS. Apa yang dipikirkan anak itu? Di sekolah kami terlihat tidak terlalu akrab, tapi ketika dia datang ke rumah, sikapnya benar-benar berubah. Chii orang yang seperti itu ya.
“ano Nakayama! Apa yang dilakukannya pada Chii? Chii sudah seperti seorang pasien busung lapar yang sangat tidak terawat” gumamku sambil membayangkan wajah si Nakayama.
Aku kembali ke kelas, dalam pikiranku terus terbayang sosok Chii yang diperbudak oleh si Nakayama dengan semua pekerjaan yang tidak seharusnya. Aku pantas khawatir, Chii adalah sahabatku.
Ketika aku sedang berjalan, seseorang tiba-tiba menabrakku. Ia nampak terburu-buru.
“ah, go-gomen nasai senpai!” ucapnya sambil merunduk dalam-dalam. Setelah itu ia mengangkat wajahnya sambil tersenyum.
“ea, lain kali perhatikan jalanmu” ucapku. Tak sengaja mataku melirik papan nama yang menggantung di dada kanannya. Morimoto Ryutaro. Aku sedikit terkejut, saat ingin kutanyakan mengenai dirinya, anak itu langsung pergi. Dia benar-benar buru-buru, oh iya juga, dia kan murid baru, dan acara peresmiannya kan sekarang. Pantas dia buru-buru.
“ck, shimatta! Aku bisa terlambat di jam pelajaran Jin-sensei!” jeritku setelah sadar waktuku kuhabiskan dengan duduk di lobi ini. Tujuanku sebenarnya adalah ke kelas, malah tersangkut di sini.
*JUMPING*
Hari ini, jam pulang di percepat, ada kabar mengatakan bahwa dewan guru sedang merancang struktur khusus yang entahlah apa namanya. Karena waktu bagiku dan Inoo masih banyak, kugunakan waktu kami untuk berjalan-jalan sejenak di taman kota. Karena bulan ini musim semi, bukan hanya suasananya saja yang bersahabat, tapi juga perasaan semua orang. Aku dan Inoo berjalan di tengah taman yang ditumbuhi oleh banyak pohon sakura. Seperti ketika festival beberapa tahun lalu saat sekolah dasar, hanya saja kali ini bunga-bunga sakura itu hanya berwarna pink.
“ne, aku semakin khawatir pada Chii” Inoo menyahut di tengah langkah kaki kami, membuyarkan suasana tenang di sekeliling. Aku menatapnya, kami berhenti.
“aah..., dia selalu berjuang keras selama ini. Tapi baru kali ini aku melihatnya sampai seperti ini”
“daijobu ka, Chii? Apa yang harus kita lakukan padanya?” wajah Inoo terlihat begitu khawatir dengan Chii dipikirannya.
“hmm..., daijobu da yo. Dia itu orang yang tau kapan harus berhenti.” Ujarku mencoba menenangkan Inoo.
Inoo kembali tersenyum, meski aku tidak tahu senyumnya itu adalah senyum yang tulus atau bukan. Dia masih terlihat khawatir.
Kami kembali berjalan, masih diam. Deru angin sepoi-sepoi terasa sangat sejuk, angin lembut itu menerpa rambut kami, juga menerbangkan helaian Sakura yang berguguran, terasa indah. Aku masih ingin menikmati suasana seperti ini. Tapi mataku menangkap sesuatu yang tidak menyenangkan. Bocah yang tadi kutemui di lobi, yang juga menjadi orang yang belakangan ini membuat Chii terkesima berjalan-jalan dengan santainya bersama seorang gadis. Lengan mereka bertautan, wajah gadis itu terlihat senang, helaian sakura yang berguguran disekitar mereka membuat suasananya nampak sangat romantis.
Aku hendak menegurnya untuk alasan Chii, tapi segera kuurungkan. Pikiran positifku muncul dan berpikir bahwa gadis itu mungkin adalah seorang kerabatnya.
“Inoo-chan, ikuo. Kita pulang”
“uhm, ok.”
Aku dan Inoo memutuskan pulang ke rumah. Ini sudah sore, langit menjadi lebih kelam, tetapi terlihat lebih indah.
Malam menjelang, langit yang tadinya buram oleh warna kelabu menjadi benar-benar suram, langit sore berganti langit gelap sang malam. Mentari yang tadi menggantung berganti rembulan dan bebintangan yang berhamburan di langit yang gelap, memberi penerangan lebih.
“Chii?” aku terkejut mendapati Chii datang bertamu ke rumahku malam ini. Ini sudah 1 minggu sejak terakhir kali Chii datang ke rumahku malam-malam.
“eto..., maaf mengganggumu. Aku ingin cerita.” Ujarnya polos.
“uh, oh. Tentu. Masuklah” aku mempersilahkan Chii masuk ke dalam kamar, melanjutkan cerita tentang perkembangan hubungannya dengan anak baru itu.
“sou, apa lagi yang terjadi?” tanyaku sesaat setelah kami berada di dalam kamarku.
“eto..., aku tidak tahu harus memulai dari mana.
*FLASH BACK: CHII POV*
Pagi ini terasa lebih cerah dari biasanya. Aku merasa musim semi baru saja di mulai hari ini, meskipun sebenarnya sudah lama. Aku berjalan lurus di lobi sekolah, suasana sekolah masih belum terlalu ramai. OSIS datang lebih awal pagi ini karena melakukan persiapan untuk peresmian siswa baru. Menjadi anggota OSIS adalah suatu kehormatan, dan aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan bekerja keras dan mengemban tugas ini. Tapi..., sepertinya aku sudah membuat Inoo-chan dan yang lain khawatir.
“Chinen! Chinen! Matte kudasai!” aku berhenti melangkah, seseorang memanggilku. Aku tidak terlalu mengenali suaranya, jadi aku berbalik untuk memastikan orangnya. Yaotome-san berlari ke arahku.
“doushita, Yaotome-san?” tanyaku pada teman satu profesiku ini. Yaotome Hikaru-san adalah anak yang pintar, dia satu kelas bersama Okamoto Keito-san dari kelas XI.IPA 2. Tapi mereka terlihat kurang akrab. Sangat tidak akrab.
“ano..., apa kau melihat Keito?” tanyanya.
“um..., tidak. Aku belum melihatnya pagi ini?”
“o-uhm..., yasudah. Terimakasih” setelah mengatakan itu, Yaotome-san pergi.
Aku kembali melanjutkan langkahku, melewati kelas-kelas yang masih sepi menuju ruangan OSIS yang berada di ujung sana. Tetapi lagi-lagi langkahku berhenti, sosok yang sejak seminggu lalu mengganggu pikiranku kini berdiri di dekatku sambil bersandar di dinding. Aku agak terkejut menyadarinya.
“Mo-Morimoto-kun?” ucapku setengah kaget. Ia kembali tersenyum, senyum yang biasa ditampakkannya padaku.
“ohayou, senpai!” sapanya kemudian.
“apa yang kau lakukan di sini? Ini masih sangat pagi dan peresmian siswa baru akan dilaksanakan jam 9 nanti, apa kau tidak mengambil surat undangan kemarin?” tanyaku. Ia menggeleng sesaat kemudian.
“aku hanya ingin melihat senpai di pagi ini!” jawabnya masih dengan senyum itu di wajahnya. Wajahku memanas, hanya karena kata-katanya. Apakah aku memang menykainya? Aku tidak tahu.
“ara..., Chinen-senpai, kau terlihat lebih kurus. Apa kau kurang makan?” tanyanya setelah mengamatiku dari ujung kaki sampai ujung kepala.
“ah, iie. Daijobu da yo. Maa, aku pergi dulu. Kau berhati-hatilah. Jaa ne”
“chotto, senpai!” seruannya menghentikan langkahku. Aku kembali menghadapnya.
“nani?”
“eto...., bisakah..., em” dia menjadi terbata-bata. Wajahnya memerah, dia terlihat manis!
“katakanlah”
“eto..., apa, senpai mau makan siang bersamaku sebentar?” ucapnya tiba-tiba sambil merundukkan kepalanya, dia malu? Aku terkejut, lalu berpikir sejenak.
“haik, boleh. Kalau begitu aku pergi ya” setelah menjawabnya, akupun segera melangkah pergi, kudengar sedikit suara helaan napas dan kegirangan di belakang. Entahlah apa yang dilakukannya sekarang.
#LUNCH#
Waktu makan siang, aku jadi merasa bersalah menolak ajakannya saat di perpustakaan tadi, aku menjadi membuat mereka lebih khawatir lagi. Apalagi Inoo-chan. Tapi aku sudah terlanjur berjanji pada Morimoto-kun, jadi aku menunggunya di taman belakang sekolah. Aku tidak tahu kenapa dia ngotot ingin makan siang ditempat ini. Katanya dikiantin ramai, yah, aku juga ingin makan dengan tenang, jadi, baiklah.
“apa kau lapar, Senpai?!” suara yang familiar di telingaku menyahut dari belakangku, membuatku berpaling demi mendapati sosok tersebut. Masih dengan senyumnya, di tangannya terdapat sebuah bungkusan yang kuyakini berisi Obento.
“aah, tidak juga” jawabku.
“sou yo.” Morimoto-kun duduk di dekatklu di atas bangku taman itu, kemudian ia mulai membuka bingkisan itu dan sekotak bento sudah disispkan di sana beserta 2 pasang sumpit.
“karena aku yang ajak senpai makan, jadi hari ini aku yang traktir. Itadakimasu!” ucapnya masih dengan senyum khasnya. Aku mengangguk dan melanjutkan makan kami. Suasananya terasa asing, tapi menyenangkan dan menenangkan. Aku dan Morimoto-kun makan dengan senyum. Entahlah, aku merasa sangat nyaman berada di dekatnya. Apa dia juga seperti itu?
*FLASH BACK: CHII POV-END*
“sou ka? Jadi tadi kalian makan siang bersama?” ucapku sambil berpose berpikir keras.
“uum, gomen ne. Aku menolak ajakanmu tadi. Tadi juga aku merasa ada seseorang yang mengintip kami. Entahlah, aku hanya merasa aneh, mungkin hanya perasaanku saja” perkataan Chii barusan membuatku terlonjak, karena pada kenyataannya akulah yang mengintip mereka dari balik semak-semak di belakang bangku taman tempat mereka duduk makan bento itu. Tapi aku tidak menyangka bahwa indra perasanya begitu tajam. Hanya tatapan horor yang bisa kuberikan padanya.
“shi-shiranai” ucapku masih dengan tampang horor mengarah pada si tupai itu.
“o-oh, demo..., aku sepertinya merasa kami cocok, entahlah. Kami pernah jalan-jalan ke taman kota, tetapi dia melarangku untuk pergi ke sebuah pohon sakura yang dikelilingi bebungaan yang berwarna-warni. Katanya dia benci warna yang terlalu beragam, tapi dia mengatakannya dengan lantang. Itu membuatku sedikit curiga, apa ini karena aku?” ucap Chii kemudian dengan senyum yang sangat tidak berdosa.
“ea, itu bukan kesalahanmu. Tapi..., cobalah untuk mencari tahu lebih dulu tentangnya. Jangan sampai kau sakit hati. Apalagi, baru pertama kali ini kau mwenywukwai seseorang, haha!!!” ucapku sambil meniru treadmark Yama-chan.
“haha..., watashi mo shiranakute. Demo...”
“maa-maa..., kau selalu bisa bercerita padaku. Mungkin aku juga akan memerlukan bantuan Inoo-chan. Tidak apa-apa kan?”
“uhm..., haik. Sore mo ii, tadinya aku membuat Inoo-chan khawatir, aku tidak ingin membuatnya lebih khawatir lagi”
“ne..., Inoo selalu mengkhawatirkan seseorang di dekatnya. Bagaimana jika kami punya anak nanti ya? Dia pasti akan menjaganya dengan baik. Haaa..., membayangkannya menggendong bayi kami dengan ekspresi yang sangat kawaii membuatku tidak tahan~” aku sadar dengan ucapanku, dan tatapan Chii terlihat mengintimidasi ke arahku, dia cukup menakutkan dengan ekspresi itu.
“muri desu yo. Inoo-chan wa otoko desu. Dia tidak mungkin hamil” sahut Chii meruntuhkan semangatku. Aku benar-benar terpuruk, perkataan tupai itu tepat mengenai sasaran. Sepertinya hubungan kami selama ini membuatku lupa gender Inoo yang sesungguhya. Inoo-chan, gomen ne.
“aku pulang” sahut Chii yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu yang sudah terbuka, ia hendak keluar.
“o-oh, hati-hatilah” setelah mengatakan apa yang ingin dikatakannya, Chii segera angkat kaki dari kamarku dan pulang ke rumahnya.
*JUMPING*
Hari-hari berlalu, tetapi semua nampak masih sama bagiku. Chii semakin dekat dengan si bocah Morimoto itu, ketahuan dari setiap cerita yang dilontarkannya tiap malam dia ke rumahku. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan si Morimoto itu, apa Chii tidak begitu baik menurutnya? Kenapa dia pergi bersama gadis lain saat tidak dengan Chii. Aku melihatnya beberapa hari yang lalu, sudah cukup lama aku melihatnya jalan dengan gadis-gadis yang berbeda setiap kali aku mendapatinya dengan sembunyi-sembunyi. Si brengsek itu benar-benar playboy! Aku tidak mau dia menyakiti Chii. Chii harus tahu kepastiannya. Aku dan Inoo sangat mengkhawatirkan Chii, jadi kami tidak ingin membuatnya sakit hati nantinya.
“Chii! Kau ada waktu?!” sapaku pada Chii ketika kami sedang dalam waktu senggang.
“nani?” tanyanya. Inoo juga mendekat pada kami.
“ikutlah bersama kami untuk jalan-jalan sebentar. Ne..., kita tidak pernah jalan bersama lagi kan?” sahut Inoo.
“eto..., um, baiklah!” jawabnya dengan wajah girang.
“sou, sepulang sekolah kita pergi ke taman kota ya!”
“haik!”
Aku dan Inoo kemudian menyingkir dari hadapan Chii, dia juga terlihat sedang sibuk dengan pekerjaannya sebagai ‘karyawan’ sekolah.
“ne..., apa kau yakin Chii akan baik-baik saja?” bisik Inoo padaku. Aku terenyum memandang wajahnya yang menyiaratkan kekhawatiran. Ia takut melihat Chii yang sudah kembali malah down dan keadaannya seperti beberapa hari yang lalu ketika dia banyak kerjaan.
“daijobu yo. Kau tidak ingin Chii tersakiti lebih jauh kan?” ucapku lembut sambil menggenggam tangannya.
“um!”
Waktu berlalu, tanpa terasa jarum jam sekolah menunjukkan pukul 3, itu menyiaratkan bahwa waktu belajar di sekolah telah berakhir, dan kini saatnya kembali ke rumah masing-masing. Siswa-siswi di sekolah itu berhamburan keluar dari setiap ruangan di sekolah, menuju gerbang raksasa yang terpampang di ujung sekolah. Aku, Inoo, dan Chiipun tidaklah berbeda. Kami melangkah sejajar menuju gerbang tersebut, sambil sesekali tertawa dan membicarakan hal-hal yang berbau humor. Melihat senyum Inoo dan Chii membuat sedikit perasaanku khawatir. Bagaimana dengan reaksi Chii nanti?
Langkah kami bertuju pada taman sakura di pusat kota. Tempat di mana aku dan Inoo selalu memergoki si Morimoto berkencan dengan gadis yang selalu berbeda-beda, meskipun secara sembunyi-sembunyi. Kami terus berjalan, tidak berapa lama kemudian, sebuah pemandangan ang kuanggap biasa terlihat muncul. Benar, si bocah Morimoto itu juga ternyata berkencan hari. Dan lagi, di pohon sakura yang sama dengan hari-hari sebelumnya. Pohon sakura yang cukup besar dengan pagar berupa bebatuan, disekelilingnya terdapat bebungaan yang berwarna cerah dan beragam, lalu helaian sakura itu berguguran di atas mereka, seperti film dengan genre romance yang tinggi, suasana itu sangat romantis. Aku melirik sejenak keadaan itu. Sang gadis terlihat sangat senang, senyum manis merekah di bibirnya, lalu wajahnya begitu penuh akan lukisan kebahagiaan. Dan si bocah Morimoto itu, hanya menampakkan ekspresi bosan, dia hanya sibuk menatap helaian bunga sakura yang jatuh berguguran di hadapannya.
“ano teme...” gumamku geram. Bagaimana jika Chii melihatnya? Apa yang akan dirasakan Chii saat ini?
“ano..., Chii?” sahut Inoo, nada suaranya terdengar khawatir, lalu aku menoleh pada mereka.
‘shimatta!!!’ batinku menjerit ketika menyadari pandangan Chii sudah menatap lurus ke arah pasangan itu. Ia terkejut, pasti sangat berat baginya menerima kenyataan seperti ini. Padahal hatinya sudah sangat sayang pada bocah itu, tapi Chii masih sangat polos.
“ano hito wa, Morimoto-kun ka?” tanyanya sambil pandangannya masih menatap pasangan itu.
“um..., Chii, tenanglah. Kita sebaiknya pulang saja. Ikuo,” ajak Inoo. Tetapi Chii menolak. Lalu ia melangkah mendekati bocah Morimoto itu bersama gadisnya. Dalam pikiranku, aku membayangkan Chii bertransformasi menjadi seorang iblis dan langsung menghantam kedua orang yang berkencan itu dengan kekuatan luar biasa. Aku tidak ingin meremehkan Chii ketika dia sedang marah. Jadi, aku dan Inoo mengikutinya, dengan niat menghentikan pria tupai itu untuk meluapkan amarahnya. Tetapi kami terlambat, tepat saat kami hendak menari lengan mungilnya, ia sudah berada tepat di hadapan bocah itu dan kekasihnya. Si Morimoto itu hanya menunjukkan ekspresi terkejut, matanya terbelalak, tiba-tiba muncul keringat dingin di dahinya, lalu kulitnya berubah menjadi pucat, apa dia tidak bernapas?
“eeh, dare?” tanya gadis di dekat Morimoto itu menunjuk Chii.
“se-senpai?” ujar Morimoto gelagapan.
“sou, jadi kau senpai Taro-chan? Aku Minami, kekasihnya, yoroshiku!” ujar sang gadis sambil menjulurkan tangannya ke arah Chii, tapi sama sekali tidak ditanggapi oleh Chii.
“ano ne..., kupikir kau mengatakannya dengan tulus” Chii memandang bocah Morimoto itu, terlihat ia menarik napas panjang, sepertinya sangat berat sekali baginya. “tapi sepertinya aku memang sangat polos. Terima kasih banyak untuk semua kata-kata itu. Sungguh, aku sangat menghargainya. Permisi” setelah mengucapkan itu, Chii segera beranjak dari sana, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Chii menangis.
“ano..., senpai! Matte!!!” seru Morimoto mencoba menghentikan Chii, tapi Inoo mencegahnya. Ia melempar tatapan dingin nan menusuk pada bocah itu, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. Kamipun segera menyusul Chii, dan meninggalkan kedua orang itu dalam diam mereka.
Hari itu, Chii mengetahui fakta yang menyakitkan tentang orang yang disukainya, bahwa orang yang disukainya tidak seperti yang diinginkannya. Orang yang mengkhianati kata-katanya. Gomen ne, Chii. Tapi kami tidak ingin kau tersakiti lebih jauh lagi ketika dia sudah menaruh perasaannya yang sangat dalam pada bocah itu. Poor Chii. Sore itu, cakrawala musim semi dipenuhi lukisan orange dengan sejuta keindahannya yang memilukan, menjadi saksi bisu tangisan Chii. Aku tidak pernah melihatnya menangis bahkan ketika dia harus menahan sakit di tubuhnya atau mendapat pekerjaan yang sangat berat dan banyak dari senpai Nakayama. Aku benar-benar terkejut, anak itu benar-benar sukses membuat Chii menangis untuk pertama kalinya di depan mataku.
*JUMPING*
Malam menjelang, langit sangat bersih dengan hamparan selimut bebintangan yang cerah, juga sang bulan yang menggantikan mentari meneragi malam yang dingin. Seperti biasa, aku berada di dalam kamarku sekarang. Tapi aku tidak sendirian, Inoo menemaniku belajar. Kami punya banyak tugas sekolah yang harus diselesaikan minggu ini. Kami pasti sedang khusyuknya belajar, jika saja kaa-san tidak mengetuk pintu kamar.
“sayang, ada temanmu yang ingin menemuimu!” seru kaa-san dari balik pintu.
“uh? Siapa?” tanya Inoo.
“Chii kah?” ujarku balik bertanya “yasudah, persilahkan masuk!” seruku.
“dia sudah berada di depan kamarmu!” jawab kaa-san dengan suara yang semakin memelan, kaa-san sudah meninggalkan pintu. Aku lalu berjalan turun dari kasur dan membuka pintu. Aku cukup terkejut mendapati siapa yang datang, bukan Chii. Tapi bocah Morimoto itu. Aku lalu menatapnya tajam.
“untuk urusan apa kau ke sini? Apa tidak cukup kau menyakiti Chii?” tanyaku dengan nada menusuk lagi dingin. Ia tidak menjawab, wajahnya ia tundukkan. Kesal karena merasa diabaikan, akupun berniat menutup pintu. “pulanglah”.
Tidak sempat aku menutup pintu itu, bocah itu menahannya. Kemudian ia mengangkat wajahnya, menampakkan raut yang memelas penuh gambaran penyesalan.
“ini salah paham..., dengarkan aku, senpai” ucapnya dengan nada yang benar-benar memelas.
“kenapa aku harus mendengarkanmu? Chii punya hati yang lebih hancur dari ini” ucapku jutek.
“aku..., tidak pernah mencoba mengkhianati Chinen-senpai. Biarkan aku menjelaskan semuanya, tanome...” mohonnya.
“baiklah, kau punya cukup waktu untuk menjelaskan semuanya. Berusahalah untuk meyakinkan kami” sahut Inoo dari belakang.
“demo, Inoo-chan?”
“urusai na omae -_-. Dia sudah memohon sampai seperti ini, apa kau iblis?” jawab Inoo dengan nada mengutuknya. Aku tahu aku tidak bisa menang darinya. Jadi kami mebiarkan bocah Morimoto itu masuk ke dalam kamar dan menjelaskan semuanya. Kuharap dia punya cukup alasan logis untuk meyakinkan kami.
“boku wa..., Chinen-senpai wa dai suki. Karena itu, aku tidak ingin menyakitinya” ujarnya memulai cerita.
“lalu..., kenapa kau selalu berkencan dengan gadis-gadis? Dan lagi, mereka berbeda setiap kali aku melihatmu!” potongku.
Ia menggeleng “Chinen-senpai mengubahku. Sejak pertama aku melihatnya di hari pertama pendaftaran masuk SMA, aku langsung menyukainya. Sesuatu di dalam diriku rasanya ingin melompat keluar saat melihatnya. Jadi saat terakhir MOS, aku memberanikan diri menyapanya. Tetapi, aku ini memang playboy yang menyedihkan. Dan semua kalimat yang kukatakan padanya menjadi sebuah gombalam. Tetapi kami menjadi sangat dekat. Dan sudah kuputuskan, bahwa Chinen-senpai adalah orang yang sangat berharga bagiku” ungkapnya.
“tapi itu tidak menjelaskan apapun soal gadis-gadis itu” sahut Inoo.
“aku ini adalah playboy yang menyedihkan. Aku banyak memacari gadis-gadis yang populer dan cantik menurut ukuran orang-orang. Tetapi ketika bertemu Chinen-senpai. Aku merubah semuanya. Semua gadis itu, aku memutuskan mereka” oke, kali ini penjelasan bocah itu memang membuatku sedikit tercengang. Tapi mana mungkin?
“kau tidak mungkin memutuskan gadis di tempat seromantis itu. Kau tau, sakura yang berguguran, bebungaan yang berwarna-warni, dan suasana romantis lainnya?” sahutku lagi.
“pohon itu, adalah satu-satunya tempat di mana aku menyatakan cinta pada gadis-gadis itu. Dan di situlah aku akan mengakhirinya. Aku ingin mengubur semua jejak hubungan itu di sana, bersama semua kenangan tidak menyenangkan mereka. Karena pada dasarnya, aku tidak pernah menyukai mereka. Aku bertekad berhenti menjadi seorang playboy dan setelah itu, aku akan menyatakan cintaku, pernyataan yang sesungguhnya pada Chinen-senpai. Tapi semua itu..., kini terlihat buram di mataku”
Anak itu menjelaskannya dengan raut wajah yang serius, matanya berkaca-kaca, dan napasnya terlihat tak beraturan. Dia seperti sedang menahan emosi yang cukup kuat.
“tapi, apa yang membuat kami percaya bahwa kau takkan melakukan hal yang sama pada Chii?” tanyaku lagi, lebih dengan nada mendiskriminasi.
“senpai bisa menusukkan pedang sebanyak apapun ke jantungku. Aku berjanji, akan menjaga Chinen-senpai dengan semua kemampuanku, tanome..., aku takut kehilangan dia!” ucapnya dengan air mata yang mulai keluar dari pelupuk matanya. Aku hanya menatapnya tak percaya dan terkejut. Apakah dia bisa dipercaya?
“gomen nasai ne, Ryutaro-kun” suara lembut Inoo menggema di ruangan itu, aku dan Morimoto menatapnya. Seulas senyum menguntai di bibir manis Inoo.
“I-Inoo-senpai?”
“karena kami, kau jadi kehilangan kepercayaanmu dari Chii. Tenanglah, aku akan membantumu untuk kembali padanya. Sejujurnya, dia juga menyukaimu.” Ucap Inoo masih dengan senyum itu di wajahnya.
“tapi..., kenapa kau tidak mengatakannya langsung pada Chii?” tanyaku lagi.
“Chinen-senpai tidak pernah mengangkat telfonku atau membalas mailku, dan ketika aku ke rumahnya, dia sama sekali tidak keluar. Bahkan menyuruh pembantunya mengusirku” jawabnya. Poor Ryutaro.
“baiklah, aku pegang janjimu. Ingat, rasa sakit yang akan kau terima nanti akan lebih sakit daripada apapun yang kau lakukan pada Chii kemarin!” ucapku meyakinkan, dan dibalas oleh anggukan mengerti oleh sang bocah.
*JUMPING*
#AUTHOR P.O.V#
Hari-hari musim semi berlanjut, apa yang diinginkan oleh seseorang adalah sesuatu yang indah dan menenangkan di musim semi ini, karena ini hanya terjadi sekali dalam setahun. Bukan air mata dan kekecewaan. Seperti yang melanda seorang pemuda bertubuh mungil dengan surai kecoklatan seperti Chinen. Hatinya terasa remuk mendapati orang yang disukai dan disayanginya berkencan dengan bahagia dengan seorang gadis. Yah, dalam pikirannya, orang polos sepertinya memang tidak bisa terlalu mengharapkan hal yang demikian. Dia orang yang rapuh dan mudah tersakiti. Tapi..., dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Hanya hamparan bebungaan di dalam taman belakang sekolah yang menemaninya. Di atas bangku taman yang pernah didudukinya bersama bocah sialan itu (menurutnya), Chinen duduk sambil termangu, wajahnya menyiaratkan ekspresi yang suram.
“hh..., Dai-chan, Yama-chan. Aitakata yo, aku butuh kalian sekarang” ucapnya sambil memeluk dirinya sendiri. Pandangannya menyendu, mengingat 2 karibnya yang sudah sangat berjauhan jaraknya. “seandainya kita tidak terpisah. Kurasa aku tidak memerlukan orang lain untuk kucintai. Dai-chan dan Yama-chan adalah orang yang penting...” ucap Chinen dengan suara semakin sendu.
“aku akan menjagamu. Percayalah padaku”
Suara baritone yang membuyarkan suasana tenang itu membuat Chinen terkejut. Ia sangat menghafal bunyi suara itu, suara orang yang membuatnya terluka dan sedih. Chinen menundukkan wajahnya, berusaha menyembunyikan raut mukanya yang pastinya sangat menyedihkan.
“apa maumu Morimoto-kun?” tanya Chinen dengan suara paraunya, wajahnya masih ia tundukkan.
“aku ingin menemui senpai dan menjelaskan semuanya. Kemarin adalah sebuah kesalahpahaman. Aku ingin senpai tau bahwa...”
“kau mempermainkanku?!!!” bentak Chinen memotong perkataan Ryutaro.
“bu-bukan begitu. Aku...,aku akan menjelaskan semuanya. Tentang gadis itu, tentang tempat itu. Senpai, tolong dengarkan aku.” Nada suara pemuda itu terdengar lemas, ia memohon.
Chinen berdiri dari duduknya, lalu perlahan ia berbalik. Mata Ryutaro terbelalak, tubuhnya bergetar saat melihat air mata jatuh dari pelupuk mata sang senpai. Ryutaro berjalan mendekatinya masih dengan wajah khawatirnya. Ia memeluk sosok yang lebih pendek darinya itu, erat.
“lepaskan aku...” ucap lirih Chinen tanpa membalas pelukan itu.
“yada...” jawab Ryutaro.
“kubilang lepaskan!!!” Chinen berteriak sekerasnya berusaha membuat Ryutaro melepasnya.
“yada yo!!!!” Ryutaro malah balis membentak.
“apa maumu? Apa tidak cukup melihatku seperti ini? Kau ingin lihat lagi?”
“yada...., mo yada...” suara Ryutaro terdengar bergetar, ia menangis sambil menyembunyikan wajahnya di pundak Chinen “boku wa..., Chinen-senpai daisuki! Hounto, aishite...” kalimat yang barusan terlontar dari mulut Ryutaro baru saja membuat tubuh Chinen lemas. Ia berpikir bahwa pemuda yang tengah memeluknya ini sedang mempermainkannya. Chinen berusaha melepaskan kedua lengan Ryutaro yang melilit tubuhnya, dan berhasil. Chinen kemudian memandang Ryutaro dengan senyum pahit.
“apakah kau sudah selesai bicara? Kau tau aku juga menyukaimu. Tapi kau juga tau, hatimu tidak pernah bisa ditempati seseorang. Akuilah saja, Morimoto-kun, kau hanya mempermainkanku. Salahku karena terlalu polos” setelah mengatakan itu, hendaklah Chinen melangkah pergi dari tempat itu, tetapi tangannya digenggam erat oleh telapak tangan Ryutaro, membuatnya harus berhenti. Lalu tanpa aba-aba, Ryutaro menarik Chinen kedalam pelukannya, kemudian menempelkan bibirnya dengan bibir Chinen. Yang diperlakukan seperti itu hanya membatu menerima ciuman itu, Chinen tidak dapat melakukan apa-apa. Ryutaro mencium bibir itu lembut, melumatnya dalam sebuah irama yang pas, membuat Chinen juga sebenarnya menikmati sentuhan hangat itu di bibirnya.
Setelah berciuman sekitar 3 menit, mereka melepas pagutan itu, terlihat benang saliva masih menghubungkan bibir mereka.
“aku ingin kau percaya, senpai. Aku tidak pernah ingin menyakitimu. Gadis-gadis itu adalah mantanku sekarang”
Chinen menatap Ryutaro dengan tatapan bingung. “maksudmu?”
“aku ini playboy yang sangat menyedihkan. Aku banyak mengencani gadis yang populer dan kaya. Tapi aku sama sekali tidak tertarik pada mereka. Bagiku mereka hanya sesuatu yang dapat memuaskan dahagaku untuk sementara waktu”
“sore mo watashi...”
“Chinen-senpai wa chigau! Aku tidak merasakan hal seperti ini. Perasaanku berguncang tiap kali melihat senpai, atau ketika dadaku terasa sempit saat mendangar suaramu, senpai. Sejak pertama aku melihat senpai, aku sudah menyukaimu. Lalu saat aku bisa berbicara dengan senpai, aku bersumpah pada diriku demi masa depan dan duniaku bahwa aku hanya akan mencintai senpai saja. Jadi aku memutuskan semua gadis itu, mempertaruhkan semuanya pada senpai dan berharap senpai akan menerimaku.”
Penjelasan Ryutaro cukup membuat Chinen terkejut.
“tapi tempai yang indah itu..., tempat di mana kau melarangku mendekatinya tetapi mengajak gadis-gadis itu ke sana? Apa maksudnya itu?” tanya Chii masih dengan eksperesi yang begitu menyedihkan.
“pohon itu..., adalah tempat di mana aku menyatakan cinta pada gadis-gadis itu, dan di sana pula aku meninggalkan mereka. Membiarkan semua kenanganku bersama mereka dulu terkubur dalam-dalam di tempat itu, lalu memulai hal baru bersamamu, senpai. Aku tidak ingin menyamakan senpai dengan mereka, senpai terlalu berharga dari mereka. Aku menyukai senpai dari apapun, aku mencintaimu, senpai” Ryutaro memeluk Chinen, membawanya ke dalam dekapan yang nyaman, seperti udara musim semi ini.
Angin sepoi-sepoi bertiup perlahan, menerpa helaian rambut kedua insan yang masih berpelukan itu. Yah, Chinen akhirnya membalas pelukan itu, pelukan yang hanya diberikan untuknya. Setelah beberapa saat kemudian, keduanya melepas pelukan itu, lalu saling bertatapan.
“Chinen-senpai...” Ryutaro berlutut di hadapan Chinen dengan gaya selayaknya orang yang hendak memberikan sebuah cincin pernikahan pada pasangannya. “boku wa, hounto senpai ga dai suki! Aku akan menjaga senpai dan takkan membiarkanmu menangis lagi. Karena itu..., karena itu biarkan aku berada di sisimu dan selalu menjagamu agar tetap aman. Maukah senpai menerimaku?” ucap Ryutaro sambil menatap Chinen dengan serius. Chinen kemudian tersenyum meremehkan.
“jadi kau menggunakan kalimat-kalimat gombal seperti itu untuk mendapatkan gadis-gadis itu?” ujar Chii yang ditanggapi dengan tatapan memelas dari sang Ryutaro.
“aku benar-benar serendah itu ya?” ucap Ryutaro tersenyum pahit sambil memandang ke arah lain.
“demo, ii darou? Boku mo, Morimoto-kun wa daisuki! Kata-kata itu tidaklah penting dalam mengungkapkan cinta berdasarkan makna dan deretan arti-arti, tetapi yang lebih penting adalah caramu mengekspresikannya. Aku selalu belajar itu dari Inoo-chan dan kekasihnya. Arigatou na...” jawab Chii dengan senyumannya yang telah kembali. Wajah Ryutaro langsung berubah senang ketika melihat wajah itu sudah terpasang kembali di tempatnya. Chinen yang seperti bunga di musim semi, Chinen yang sesejuk angin sepoi-sepoi, dan Chinen yang seperti malaikat pembawa kegembiraan. Semua itu sudah kembali.
Dan semua masalah itu selesai di taman yang indah itu, di tengah hamparan beragam bunga yang bervariasi dan wangi, juga hembusan angin musim semi yang menerpa lembut setiap inci kulit dan melambaikan surai mereka. Dan di tempat itu pula, Chinen Yuuri mendapatkan cintanya. Cinta yang diimpi-impikannya.
“ah, sou ka. Aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang” ucap Ryutaro sambil menyelipkan tangan kanannya di saku bajunya.
“ara?” Chinen hanya memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung. Tangan Ryutaro dikeluarkannya dari saku baju itu, lalu keluarlah sesosok makhluk seperti tikus dengan warna yang lebih beragam. Wajahnya lebih bulat seperti bakpau, seekor hamster.
“ano..., seseorang..., hamster?” tanya Chinen lagi dengan mata tertuju pada hamster mungil yang berada di telapak tangan Ryutaro.
“namanya Ham-chan. Dia sahabat terbaikku!” ucap Ryutaro sambil tersenyum manis, hal itu mau tidak mau membuat wajah Chinen ikutan memanas dan memerah seperti buah strawberry kesukaan Yamada.
“Ryu-chan, kau terlihat sangat mirip dengan Ham-chan ketika tersenyum. Sangat manis, dan aku suka!” ujar Chii sambl tersenyum memamerkan gigi kelincinya. Wajah Ryutaro menjadi panas dan warnanyapun kini tak jauh beda dengan wajah Chinen.
“ka-kalau begitu, aku terus senyum saja. Ne?” jawab sang maniak hamster itu sambil masih mempertahankan senyum tadi di wajahnya.
“ii desu”
Sejak saat itu, keduanya tidak pernah terpisah, menjadi pasangan seorang Ryutaro Morimoto bukan hal mudah bagi seorang Chinen Yuri, karena dia harus menghadapi sarapan berupa death glare dari gadis-gadis yang mengidolakan mantan playboy tersebut. Begitupula Ryutaro yang tidak mudah menjadi pacar Chinen Yuri yang notabane sangat sibuk dengan urusan OSISnya sehingga waktu berduaan bagi mereka di sekolah sangat sedikit. Tapi toh, mereka bisa melakukan sesuatu dengan semua itu, dan hubungan mereka menjadi baik-baik saja. Tupai dan Hamster, bukan jenis yang cocok, tapi mereka sama-sama pengerat. Wkwkwk.
*END AUTHOR POV*
@FLASH BACK: END@
Kami semua tertawa di ruangan itu mengingat masa lalu yang begitu menyenangkan. Tawa mereka sungguh terlihat hangat.
“aah, ketika bersama Chii, kau jarang membahas tentang Ham-chan, desu ne?” tanyaku pada Ryutaro yang masih tertawa.
“kami sering membahasnya ketika sedang berdua!” jawab Ryutaro.
“apa kalian mengatakan hal yang jorok soal tikus itu?” sahut Yuto lagi-lagi dengan nada mengejeknya.
“Ham-chan bukan tikus, Nakajima-san!” tegas Ryutaro dengan wajah horor.
“Nakajima Yuto-sama, jika nada jutek anda masih seperti itu. Kau tidak akan bisa mendapati malam yang hangat nanti” ucap Yama-chan smbil menatap Yuto dengan tatapan mengintimidasi, membuat Yuto tidak dapat berkutik.
“wajahmu lucu, Yuto-chan!” sahut Inoo sambil tersenyum pada Yuto.
“urusai na omae!” ketus sang Nakajima.
“kalian semua bersenang-senang tanpa aku!” sebuah suara menyahut dari lantai atas. Semua orang menoleh pada sosok tersebut. Di ujung tangga sana, berdiri sosok yang sedari tadi ditunggu-tunggu, dengan sebuah Yukata Kimono dan hakama yang membalut tubuhnya itu, dia tampak seperti seorang putri. Semua orang cengok, pasalnya, penampilan Chii kali ini mengingatkan kami semua akan penampilannya ketika kami menghadiri festival sekolah di tengah kota, minus Ryutaro. Dia benar-benar mirip dengan waktu itu.
“o-ah. Chii sudah selesai. Kurasa kita bisa pergi sekarang?” sahutku memecah keadaan yang hening itu. Mereka semua langsung kelabakan, Chii begitu mempesona.
“haik, ikuo!” seru Ryutaro bersemangat.
“ano..., apa kita tidak menjemput Hika-san? Dia mengirimiku mail dan bilang bahwa dia juga akan bergabung jika bisa?” sahut Chii.
“ah, sou desu ne! Rumah Hikaru-san berada tidak jauh dari tempat ini kan? Hanya 3 blok dari sini. Yasudah, jangan buang waktu lagi. Ayo berangkat ke sana!” ujar Yamada bersemangat.
Setelah mengetahui tujuan berikutnya, kamipun segera beranjak dari kediaman Chii dan pergi ke rumah Hikaru. Kira-kira, kejutan seperti apa yang menunggu kami nanti? Aku tidak sabar. Mengingat masa lalu kami sangatlah menyenangkan!




OWARI

Selasa, 13 Mei 2014

Tittle: Black Story: The Beginning
Summarry: iblis adalah makhluk tuhan yang bertanggung jawab atas pendustaan, kekejian, keserakahan, dan berbagai sifat buruk daripadanya. Tidak memiliki rasa cinta, ataupun kasih sayang. Hanya hawa nafsulah yang selalu menyertainya. Tetapi bagaimana jika seorang iblis memiliki perasaan bak manusia? Cinta pada seorang anak adam? Hal yang membuat putra adam tersebut kesulitan menjalani hidupnya. Bagaimanakah sang putra adam menyelesaikan masalahnya? Iblis itu dipenuhi oleh tipu muslihat, itulah catatan pentingnya.
Genre: Supranatural
Rating: T
Ket:      ###-***          = Author POV
            ###                  = Sebastian POV



















BLACK STORY: THE BEGINNING
###-***
Manusia, malaikat, iblis, dan Tuhan. Komponen yang berdiri dalam sebuah sistem di dalam alam semesta. Tuhan menciptakan segalanya, apapun yang ada di dalam alam semesta ini, Dia mengatur apapun, dan pemilik segalanya, yang maha tinggi. Tuhan menciptakan malaikat, iblis, dan manusia atas kepunyaan-Nya, agar hanya menyembah kepada-Nya. Seorang malaikat oleh tuhan diciptakan dari seberkas cahaya, suci nan putih, berkilau juga indah, ia tak pernah melanggar apapun perintah-Nya, tidak memiliki hawa nafsu pun perasaan. Lalu sebara api diambillah oleh Tuhan kemudian dibentuk-Nyalah sosok seorang iblis, buta akan dunia, perlambangan hawa nafsu dan ketamakan saat ini. Kemudian dari seonggok tanah diciptakan-Nya seorang manusia bernama Adam, oleh tuhan diberikan kesempurnaan kepadanya, otak untuk berpikir, juga hati untuk merasakan hal-hal duniawai.
            Dahulu, sang iblis ialah budak tuhan yang setia, sama seperti para malaikat, ia senantiasa mengagungkan dan meninggikan nama Tuhan sepanjang waktu hingga diapun bermandikan rahmat dan karunia dari tuhan. Ia pulalah yang dijadikan malaikat diantara malaikat, dan memimpin mereka menyebrangi sungai-sungai di syurga.
            Tetapi sungguh, hanya tuhan-lah yang maha tahu, masa depan dan masa lalu, pula rahasia-rahasia yang tersembunyi di dalamnya, hanya tuhan yang tahu dan menyembunyikannya. Sungguh sebuah peristiwa yang selalu diingat. Pada hari itu, ketamakan menjatuhkan sang iblis dari tahtanya. Ketika tuhan meninggalkan singgasana-Nya, sang iblis menduduki kekeramatan itu, lalu menyombungkan diri dan meninggikan dirinya seolah ialah tuhan yang maha agung. Lalu diapun menghasut malaikat dan makhluk lain demi menjatuhkan tahta tuhan dibawah kuasa ketamakan. Akan tetapi, tuhan mengetahui lebih dari apapun. Dengan murkanya ia mengirim sang iblis ke neraka, kemudian dijerembabkan-Nya sang iblis jauh di dasar neraka itu sampai kulit-kulit dan sayap putih bersih nan cemerlang yang dimilikinya hangus menghitam dilahap api neraka.
            Di dalam kekalahannya, sang iblis meminta penangguhan kepada tuhan. Kendati dirinya ialah nafsu dan ketamakan, pula tak berperasaan, ia bersumpah akan menggoda para anak-anak Adam dan mencari pengikut baginya yang lebih banyak lagi. Karena ia tak ingin sendiri di dalam neraka itu, maka iapun melakukannya. Tuhan memberkatinya, dan sejak saat itu, iblis menjadi musuh manusia, menyesatkan mereka ke dalam jurang neraka dan menyeret kaki mereka ke dalamnya.

###

Hujan kembali mengguyur kota saat itu, langit menjadi lebih kelam dari malam, arak-arakan awan kelam nan pekat menyelimuti langit, membendung cahaya bulan di langit malam. Menitihkan bulir-bulir air yang semakin lama semakin banyak dan deras. Aku berada di dalam kamarku saat petir dan guntur bergemuruh di langit kelam itu, memberikan sedikit kilatan sesaat tentang suasana malam, menerangi sedikit bagian gelap di langit. Melalui jendela kaca yang mulai basah oleh butiran hujan itu, aku mengagumi malam, begitu kelam dan meyeramkan, tapi juga begitu menenangkan. Kuletakkan telapak tanganku di kaca jendela itu, merasakan hawa dingin nan kelam merasuk melalui pori-pori kulitku. Lalu aku bergumam dalam ketidak sadaran.
“Iblis...”
Dan sosok itu muncul, menatapku dari kegelapan malam, merebahkan sepasang sayap kelamnya yang bagaikan malam tiada akhir, mengepaknya dan bergerak perlahan ke arahku. Kaca itu seperti membeku bersama tanganku yang menempel erat pada benda bening itu. Aku ingin pergi jauh dari sana, tapi..., apa yang terjadi? Kaki-kaki ini tidak merespon otakku.
“ayah..., ibu...”
Sedetik kemudian, pandangan kami bertemu, mata itu..., iris semerah darah, perlambangan kesengsaraan, lalu seringai itu, gigi-gigi taring yang tersusun rapi. Tangannya ia rapatka ke kaca itu menutupi tangan kecilku yang mulai membeku dan pucat.
“kau...tidak sendiri, Sebastian Hazael”

###

“GAAAAAHHHH.......!!!!!”
Aku terbangun dari tidurku, mimpi itu lagi. Mimpi yang sama selama seminggu ini, dengan wajah dan kondisi yang sama. Kurasakan peluh mengalir membasahi tubuhku, kepalaku masih berdenyut, pandanganku sedikit kabur. Kupalingkan pandanganku kearah jendela, hujan. Kemudian kupandangi jam dinding yang berdiri di dekat kasur berukuran super king size milikku, jarum pendeknya menunjuk angka 4, dan jarum panjangnya menunjukkan angka 1. Kuputuskan untuk tidak tidur, aku beranjak dari tempat tidurku, mengenakan sweeter terusan dan berjalan keluar kamar.
            Keadaan gelap gulita, ini masih jam 4 pagi, seharusnya Maria sudah bangun. Aku lalu berjalan di lorong-lorong luas rumah raksasa ini, hujan masih belum berhenti di luar sana, begitu pula dengan guntur dan petir yang terus bergemuruh. Kedua kakiku membawaku ke dapur, sepertinya aku haus. Ketika langkahku sudah mendekati ambang pintu besar itu, sebuah suara berbisik ditelingaku.
“aku..., mencintaimu...”
Aku terkejut, suara itu seakan menggema dalam lorong raksasa ini.
“siapa itu!?” seruku.
“aku mencintaimu..., sebastian Hazael”
Suara wanita itu semakin banyak dan berulang-ulang layaknya piringan hitam yang rusak, bergema dalam kegelapan.
“aaaarrrrggghhh...., hentikan...!!!!”
Aku terduduk, kurasakan diriku melemah, lalu pandanganku memudar, hal terakhir yang kulihat samar-samar adalah Roselle, adik kecilku. Berlari ke arahku bersama lampu yang satu per satu menyalah, dan perlahan suaranya menghilang.

###

Aku terbangun lagi, hal pertama yang kuperhatikan adalah langit-langit kamarku. Kuusahakan bangun dari posisi tidurku, terduduk. Pandanganku sedikit kabur, aku lagi-lagi menengok ke luar jendela, hujannya reda. Kembali kulihat jam tua yang berdiri di sisi ranjangku, kali ini jarum pendeknya berada di pukul 5 dan jarum panjangnya bergegas menyusul angka 3.  ‘ini sudah sore’ pikirku. Saat aku hendak beranjak turun dari kasur besar itu, pintu kamarku terbuka perlahan, sedikit terkejut. Di sana, Roselle berdiri bersama Maria di sampingnya yang memegang nampan bermuatan semangkuk soup dan segelas air putih.
Roselle berjalan ke arahku dengan raut wajah khawatir, ia duduk di dekatku di atas ranjang empuk itu. Dia memandangku sebentar sebelum memelukku.
“kakak, apa yang terjadi? Kenapa kakak di sana?” tanyanya polos sambil menyembunyikan wajahnya di dadaku.
“hn..., aku hanya sedikit pusing saja, maaf ya jadi merepotkanmu” ucapku berusaha menenangkan adik kecilku itu, ia menggeleng dalam pelukku.
“tidak..., aku senang bisa membantu kakak” jawabnya sambil tersenyum memandangku.
“maaf tuan muda Sebastian, kurasa anda harus mengisi peryt anda. Anda belum mengonsumsi apapun semenjak pagi” sahut Maria sambil menyodorkan nampan berisi air dan soup itu.
“aah, trimakasih, Maria”
“ayo kakak, makanlah, agar kau sehat!”
Aku tersenyum, memandang Roselle seperti melihat ibu. Roselle adalah orang yang paling berharga bagiku di dunia ini. Setelah ayah dan ibu meninggalkan kami dengan gunungan harta ini akibat kecelakaan 8 tahun yang lalu, Maria, kepala pelayan keluarga Hazael yang mengasuh kami. Aku telah berjanji di hadapan makam orangtuaku untuk menjaga Roselle.
Berpaling dari wajah Roselle, aku kembali menatap jendela, kelam. Matahari tidak muncul dan menyebarkan cahaya kelabunya sebagai pertanda sore, tetapi arak-arakan awan hitam tebal itu menghalanginya. Aku menatapnya lekat, teringat mimpi di malam-malam itu.

###

Bahkan saat malam datang dan terlihat lebih kelam dari biasanya, suara itu terus menggema di kegelapan, seperti sebuah piringan hitam yang rusak tetapi terus berputar. Ruangan menjadi dingin, membeku seperti suasana di musim dingin di awal Desember, atau pada musim gugur saat dedaunan dengan warna yang lebih kelam berguguran. Aku mengagumi malam dan kegelapan, tetapi seperti apa yang kupikirkan tidaklah sama dengan kenyataan yang ada, bahwa kegelapan itu tidaklah indah, tetapi kegelapan itu..., hitam.
“oi, Sebastian!” sebuah suara mengejutkanku, seorang pria jakung bersurai hitam kelam dengan iris cokelat menatap heran kepadaku.
“o...,ah, tidak.” Ucapku.
“ada apa? Kau bisa menceritakan masalahmu padaku” tanyanya perhatian. Aku menatap manik karamelnya itu, Michael Hongo namanya. Putra bungsu bangsawan Hongo, tampan, cerdas, kaya, ia menjadi incaran banyak gadis. Dia adalah sahabat sekaligus partner bisnis, keluarga Hongo dan Hazael telah memiliki ikatan kerjasama yang kuat sejak dulu.
“aa..., tidak Michael, aku tidak apa-apa, hanya capek saja” jawabku berusaha menenangkannya.
“aku tidak percaya apa yang kau katakan tuan Hazael. Jangan meremehkanku, aku sudah mengenalmu selama 15 tahuh, hal itu cukup untukku menghafal kepribadianmu”
Aku terperanggah, Michael tidak pernah berbicara sepanjang itu kecuali dia tengah menjelaskan rencana bisnis atau menjelaskan materi di kelas.
“hn..., kau ini”
“aku akan ke rumahmu jam 7 malam nanti, bersiaplah untuk interogasi.” Ucap Michael sebelum meninggalkan kelas, aku hanya menghela napas.

###-***

Sekolah itu kini kosong. Perlahan terdengar suara langkah seseorang, menggema melalui ruangan-ruangan yang telah kosong. Langkah yang santai, sendiri, pria itu hanya bereaksi seperti biasa. Hari semakin larut, matahari menarik diri ke ufuk barat, membiarkan sinarnya perlahan menghilang, menyisakan kegelapan. Namun, tak hanya itu. Langit langsung berubah mendung, arak-arakan awan kembali menerjang malam, membawa warna yang lebih pekat dari pada langit. Pria dengan tatapan kosong itu kini berdiri di ambang pintu gerbang besar sekolahnya yang bertuliskan “Qui Dat Lucem-Ex Qua Procedit Teuebris” (Latin: yang membawa cahaya-yang menuntun kegelapan).
“Roselle dan Maria, lama...” ucap pria bermarga Hazael itu sambil menghela napas. Tak lama kemudian, titik-titik hujan mulai turun satu demi satu, lalu kemudian bertambah banyak dan semakin deras turun. Sebastian mendongak, menatap langit yang menitih, kelam dan gelap.
“aku..., mencintaimu...” suara itu terngiang lagi. Sebastian terkejut, wajahnya menggambarkan ketakutan. Ia beringsut, ingin rasanya ia enyah dari tempat itu, tetapi kembali lagi kaki-kakinya tak dapat ia gerakan, membuatnya terpaku dan membeku di posisinya.
“tuhan, kau selalu di sisiku, melindungiku dari apapun yang menggangguku, merangkulku dari..”
“tuhan tidak bersamamu, kamu bersamaku!” sahutan dari suara tersebut memotong puja-pujiab yabg dihanturkan Sebastian, suara itu kembali menggema, butiran-butiran hujan itu seperti mengeluarkan suara yang sama terus menerus.
“siapa kau sebenarnya!?” seru sebastian.
“gelap yang kau kagumi, kelam yang kau cintai, hitam oleh matamu, memenuhi jiwamu. Aku...”
Sebastian terkejut, wajahnya memucat, matanya terbelalak sempurna terpaku pada sebuah sosok yang perlahan terbentuk dari butiran air hujan. Sebastian sudah pasti melihat sosok tersebut jika saja bukan karena suara Roselle yang membuatnya harus berpaling sejenak. Dan saat ia hendak melihat kembali sosok tersebut, ia tak mendapatkannya lagi. Sosok itu menghilang bersama hujan yang terus turun.
“kakak, ayo masuklah! hari semakin larut, kau bisa sakit?” seru Roselle dari dalam mobil, memandang Sebastian dengan tatapan khawatir. Tetapi sebastian masih terpaku pada apa yang barusan disaksikannya, ia mungkin masih akan berada di sana jika saja Maria tidak menghampirinya sambil membawa payung hitam.
“maaf kan atas keterlambatan saya tuan muda” ucapan Maria sukses menyadarkan Sebastian.
“e...ah.., ti-tidak apa-apa” jawab Sebastian masih terkejut lalu ikut bersama Maria ke dalam limosinnya. Sementara Maria, dia hanya menatap tuannya heran.

###

Aku masih terkejut, bahkan saat Roselle berbaring di bahuku, aku masih tidak bisa melupakan hal yang barusan terjadi. Kurasa wajahku masih sepucat tadi. Aku masih tidak bisa melupakan ketika butiran-butiran air itu berkumpul dan menggumpal membentuk sesuatu. Dan suara itu..., bagaimana bisa? Siapa sebenarnya dia?
“kakak, aku ingin bertanya” sahut Roselle sukses menyita perhatianku.
“hmm...? apa itu Roselle sayang?”
“itu..., kenapa setiap kali kakak berhubungan dengan seorang gadis, semuanya selalu berakhir dramatis, dan kakak selalu dibenci?” tanyanya polos. Aku tau cepat atau lambat pertanyaan itu juuga harus ku jawab, tapi untuk saat ini, kurasa jangan dulu. Suatu saat nanti, aku yakin Roselle akan memahaminya. Aku menatap Roselle dengan senyum lembut, lalu memeluknya erat. Dapat kurasakan sedikit tubuhnya bergetar.
“kau ingin mengetahuinya?” tanyaku masih memeluknya. Roselle mengangguk dalam dekapanku. Aku belum menjawabnya, beberapa saat kemudian kulepaskan pelukanku dan memandang matanya, onyx yang sama kelamnya denganku.
“itu karena... aku hanya bisa mencintai Roselle, adik kecilku. Tidak ada gadis manapun di dunia ini yang mampu membuatku berpaling darimu adikku sayang” ucapku sambil tersenyum manis kearahnya. Dapat kusaksikan dirinya terkejut, dalam hati aku berseru menang, tapi mungkin aku terlalu berlebihan.
“hn..., aku tahu sifat kakak. Kau mengerjaiku” setelah mengatakan itu, kamipun tertawa bersama.


###

Jam tua di ruang tengah berdenting 3 kali, kini jarum pendeknya menunjuk angka 7, sementara jarum panjangnya masih mengejar angka 11. Aku duduk manis dia atas sofa ditemani secangkir cappuchino. Aku sedang menunggu Michael. Sesekali aku melirik jam antik itu, rasanya menunggu orang itu sedikit menyesakkan.
Tepat saat jarum pendek menunjuk angka 7 serta jarum panjangnya menetap di angka 12, barulah bel pintu berbunyi.
“ck.., dasar tepat waktu” gerutuku.
Maria segera membuka pintu, benar saja, sesosok makhluk berambut hitam dengan stelan kemeja hitam dan celana jeans telah bertengger di ambang pintu sambil mengirim senyum yang menurutku sangat menggelikan itu.
“masuklah Hongo, apa kau masih akan tetap berada di sana? Di luar sangat dingin” seruku. Dia sepertinya merespon. Michael melangkah mendekatiku, kali ini senyumnya menghilang, kembali ke mode originalnya.
“baiklah, lalu apa yang akan kau tanyakan?” tanyaku sesaat setelah Michael duduk di atas sofa.
“masuklah ke kamarmu, akan kubicarakan di dalam saja agar tidak ada yg meraung mengganggu interogasiku” jawabnya dengan wajah datar.
“ee? Kenapa tidak di sini saja?”
“sudahlah, tidak ada gunanya protes tuan muda Hazael.” Ketusnya masih dengan wajah datarnya.
‘yaampun, kenapa dia malah terlihat semakin kolot?’ gerutuku dalam hati.
Tidak ada pilihan lain, aku dan Michael menuju ke kamarku, mengunci kamar atas perintah bangsawan Hongo itu dan bersiap menjawab pertanyaan interogasinya.
“sebaiknya kau mengaku sekarang, Sebastian Hazael, aku bisa melakukan ini semalaman” ucap Michael sambil menyeringai menatapku.
“kan sudah kubilang kalau aku hanya merasa capek. Kau ini...” jawabku ketus sambil memandang jam dinding di dekat kasurku. Hening mendadak menyerang, tidak ada yang menyerukan suara, aku maupun Michael, kami terdiam. Saat aku hendak menatapnya, tiba-tiba Michael maju, mendorongku hingga terbaring diatas kasur kemudian menindihku. Posisi kami benar-benar dekat, bahkan aku dapat merasakan napas Michael di wajahku.
“o-oi.., Mi-michael, apa yang kau lakukan?” seruku pada karibku itu, dapat kurasakan wajahku memerah dibuatnya, dasar sinting!!
“hn..., wajahmu merah Sebastian” ucap Michael dengan wajah datarnya yang khas.
“bodoh! Memang siapa yang suka pose seperti ini!??”
“hn..., seperti yang kukatakan tadi, aku bisa melakukan ini semalaman jika kau mau. Jadi, ayo katakan yang sebenarnya..., padaku” kali ini Michael sudah keterlaluan, dia mengucapkan semua itu dengan seductive dengan wajahnya yang sangat datar sambil mendekatkannya ke wajahku.
“Michael..., aku sudah bilang!”
Michael menatapku dalam diam, lalu berucap dengan seenak dengkulnya “hn..., bohong” dia kemudian lebih menindihku, ingin rasanya aku mendorong tubuhnya, tapi kenapa dia terasa begitu kuat saat ini? Dan sejak kapan tanganku tidak bisa digerakkan? Dia menahannya?
“hh..., ba-baiklah, akan kukatakan. Tapi lepaskan aku dulu, aku tidak bisa cerita kalau sesak begini.” Dan akhirnya, Michael melepasku.
“hn..., cara seperti itu memang selalu berhasil sejak dulu” ucap Michael dengan senyum kemenangan yang merekah di bibirnya.
akhirnya, aku harus menjelaskan semua itu, di malam-malam dan mimpi. Di kegelapan tanpa cahaya, kelam yang hitam, sepi yang menyedihkan. Semua itu terlihat dan terasa nyata, seperti saat sosok iblis itu mendekatiku dalamk mimpi, atau saat suara-suara itu berbisik dan berngiang di telingaku, dan ketika hujan-hujan itu menetes dan menggumpal. Mengingat semua itu membuatku frustasi dan berpikir bahwa aku ini sudah gila.
“Iblis kah?” ujar Michael penuh keseriusan.
“apakah benar seperti itu?”
“pernahkan kau membaca alkitab injil? Dalam kitab Yehezkiel pasal 28 ayat 22, dijelaskan tentang perwujudan sifat Satan atau iblis, hina dan menjijikkan. Seperti seorang raja Tyrus yang dijatuhkan oleh tuhan dari tahtanya karena ketamakannya. Dan juga, pada kitab Yesaya pasal 14 ayat 12, yang menjelaskan tentang sebuah bintang fajar yang terjatuh. Atau pada alkitab lainnya yang terkait, di dalam perjanjian lama, semua itu menjadi jelas. Tapi tentang perwujudan fisiknya sama sekali tidak diterangkan”
aku merinding, Michael benar-benar serius kali ini.
“kau membuatku takut, Michael”
“kau takut oleh ceritaku?”
“aku takut karena kau berbicara terlalu panjang, apa ini pertanda buruk?”
“hn...”
“aku perlu kejelasan lebih. Tapi kenapa kau begitu tahu banyak tentang iblis ini?” tanyaku penuh selidik.
“keluarga Hongo adalah keluarga yang taat. Aku sering mendengar kisah iblis dari nenek ketika aku masih kecil”
“ea..., aku lupa bagian itu” ucapku sweetdrop.
“baiklah, akan kujelaskan menurut kisah nenek yang masih kuingat. Ketika penciptaan dunia, tuhan menciptakan banyak makhluk dan benda. Iblis yang sekarang bukanlah seperti iblis yang dulu.”
“tidak seperti dulu?”
“iblis ialah malaikat tuhan”
aku terkejut, Malaikat? Bagaimana bisa sesosok malaikat menjadi semengerikan ini?
“iblis saat ini ialah malaikat tuhan yang jatuh (fallen angel). Jatuh karena ketamakannya sehingga ia lupa akan tuhan. Padahal dia telah bermandikan berkat dan dirahmati oleh tuhan, tetapi ia terlalu bernafsu untuk mendekati tuhan. Dengan bangganya ia meninggikan dirinya dan menyamakan derajadnya dengan tuhan. Ia pula yang menghasut malaikat lain dan bermaksud menjatuhkan tahta tuhan kemudian menjadi makhluk pertama di alam yang berbohong. Karena ketamakan mereka, tuhan mengirim mereka ke dalam neraka, tidak ada pengampunan bagi mereka melainkan siksaan yang abadi di dalam neraka hingga hari tuhan tiba” jelas Michael panjang lebar.
“kau tahu banyak soal itu”
“tapi, aku baru mendapat kasus yang seperti ini”
“maksudnya?”
“aku baru tahu seorang iblis dapat menyukai manusia. Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
“uum..., aku juga tidak paham” jawabku benar-benar tidak mengerti.
“oh, sebastian. Apa kau punya peristiwa penting ketika kau kecil? Atau hal yang mungkin dapat mengubah hidupmu?” tanya Michael bertubi-tubi.
“soal itu..., kurasa peristiwa kecelakaan orang tuaku. Tapi..., aku menjadi bingung, aku tidak pernah menemukan mayat ibu dan yang lain.”jawabku seraya berpikir.
“hmm..., baiklah”
aku berpikir sejenak, kepalaku berusaha mengingat kembali kilasan kronologis kejadian beberapa tahun lalu. Dan... bingo!
“aku sepertinya masih punya 1”
“apa itu?”
“8 tahun yang lalu, sebelum orang tuaku meninggal dalam kecelakaan tragis itu, sebuah konflik terjadi dalam keluarga Hazael. Hal yang membuat satu keluarga ini meninggalkan gelarnya sebagai ‘Hazael’ dan memutuskan hubungan keluarga”
“dan siapa dia?”
“dia..., pamanku, Jonathan Hazael” jawabku lagi.
“masalah sebesar apa sampai menyebabkan seorang anggota keluarga meninggalkan rumahnya?”
“aku tidak begitu ingat. Tapi..., kakek sempat membahas tentang silsilah keluarga” jawabku.
“dimana dia sekarang, pamanmu?”
“di Perancis. Aku tidak tahu di bagian mana dia bertempat tinggal”
“hh..., aku tidak tau harus seperti apa lagi, aku akan mengajakmu ke suatu tempat besok. Kuharap masalahmu dapat sedikit terjawab”
Semua menjadi tambah membingungkan, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi menceritakan ini pada Michael membuatku merasa sedikit lega.

###-***

Malam beranjak larut, tiada lagi cahaya, tidak ada lagi terang, semua lenyap ditelan oleh kelam malam, gelap dan suram.
“aku..., mencintaimu”
Suara itu menggema di dalam kelamnya malam, berbisik dari hati ke hati, menggoyahkan iman yang takwa, menaklukkan yang taat, dan menyesatkan yang setia. Suara itu..., suara sang iblis.
sosok itu, dengan sayap hitamnya yang gelap bagai malam tiada akhir, berdiri tegap di atas tiang pencakar langit. Pandangannya tertuju pada sebuah kamar yang gelap, bukan, bukan kamarnya, tetapi orang yang tertidur di dalamnya, diatas kasur empuk itu.
“Sebastian...Hazael..., menarik” ucapnya sambil menyeringai, seringaian sang iblis. Sesaat kemudian, terdengar suara kepakan sayap lain datang menghampiri.
“selamat malam, tuan...” ucap makhluk bersayap gagak itu sambil tertunduk memberi salam.
“lama tidak bertemu, Samael”
“ sama-sama tuan. Kulihat, anda masih setia di sini” ucap samael, sosok yang dipanggil tuan itu kembali menyeringai.
“Tuhan itu selalu melihatku...”
Suara tawa kembali menyeruak mengacau kebisuan malam, dan kedua sosok itupun lenyap entah kemana. Bersamaan dengan itu, hujan turun membasahi dunia, dingin.

###

Aku terbangun pagi itu, oleh seberkas cahaya mentari hangat. Aku menengok ke jendela, korden merah marun yang membingkai jendela kamarku tersingkap, membiarkan cahaya matahari pagi berpendar di dalam ruangan ini. Kukucek sedikit mataku, lalu sesaat kemudian aku beranjak dari tempat tidur nyaman nan besar itu, melepaskan piyama dan segera memasuki bathroom untuk melakukan ritual keramat harianku.
setelah menghabiskan waktu 15 menit dengan urusan pribadiku, segera aku berpakaian dan turun ke lantai bawah untuk sarapan dengan Roselle. Aku menuruni anak tangga itu satu per satu, menuju ke ruangan yang telah ditata khusus dimana sejumlah kursi telah disusun rapi mengelilingi sebuah meja panjang. Di salah satu kursi yang tersusun itu, telah duduk adik kecilku, Roselle, bersama Maria yang berdiri di dekatnya, sama seperti pagi-pagi sebelumnya.
Sejak 8 tahun yang lalu, aku selalu sadar, rumah ini menjadi lebin sepi dan terasa lebih luas. Aku bahkan tidak tahu bahwa wajah Roselle ternyata masih sesenang itu.
“oi, kakak, kenapa malah melamun?” teguran Roselle sukses menyadarkanku. Buru-buru aku mengubah mimik, lalu tersenyum manis ke arah Roselle.
“ah..., tidak. Aku hanya tertegun karena kau begitu cantik pagi ini.” Jawabku setengah menggodanya.
“hn..., kakak membuang tenaga untuk bermain-main denganku” ucapnya ketus yang sukses membuatku terpaku. ‘yaampun, sekarang adikku yang manis menjadi lebih mirip bangsawan Hongo itu, tuhan...’ batinku miris.
yah, pagi itu kemudian berlangsung seperti biasa. Ada aku dan Roselle yang menyantap makanan, dan Maria yang menunggu jika saja kami ada kebutuhan mendadak. Sunyi dan sepi. Tidak seperti tadi. Tapi hanya ini yang kami punya.

###


Sore menjelang, aku kini terbaring di atas rerumputan di bawah naungan pepohonan cherry dan kebun anggur. Kebun ini sudah bersama keluarga Hazael semenjak masa perang dunia pertama, terus diturunkan dan dirawat dengan baik oleh penerus keluarga ini. Anggur keluarga Hazael adalah salah satu anggur yang paling lezat.
“menikmati hari liburmu, tuan muda Hazael?” sebuah suara mengintrupsi kegiatanku. Tanpa membuka matapun, aku tahu dia siapa. Si putra bungsu Hongo itu.
“apa kita berangkat sekarang?” tanyaku sambil membuka mata perlahan.
“yups, ayo”
saat matahari semakin condong ke arah barat, aku dan Michael berkendara dengan limosinnya ke suatu tempat. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan tentang mimpiku, tentang diriku, dan keluargaku. Aku merasa ini semua terhubung, dan bahwa akulah yang menjadi korban semua kegilaan ini -_-. Lagipula, aku sedikit heran, malam ini mimpi itu tidak menghampiri tidurku, meskipun aku masih merasakan suram dan gelap yang menusuk.
Aku masih akan memikirkan itu berlarut-larut jika saja supir Michael tidak segera menghentikan limosinnya, Michael menepuk bahuku sejenak, memberi isyarat bahwa kami harus segera turun. Aku agak terkejut mendapati tempat yang kami kunjungi itu. Sebuah gereja tua yang terletak di pinggiran kota, gereja ini jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang ramai, namun begitu bersih dan terawat.
“ini..., ada apa?” tanyaku sambil memandang Michael.
“orang yang ingin kupertemukan denganmu ada di dalam sana” jawabnya. Lalu tanpa basa basi Michael menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam gereja bertuliskan St.Maria tersebut. Michael membuka pintu gereja itu, di hadapan patung Yesus berdiri seorang pastur yang sedang berdoa. Kami melangkah mendekatinya.
“selamat siang, pastur Seraffal” sahut Michael mengusik kekhusyufan sang Pastur dalam doanya. Tetapi pastur itu kemudian berbalik, dari jumlah keriput yang berada di wajahnya, dapat kuperkirakan dia berumur seperti kakek sebelum ia meninggal.
Pastur itu tersenyum “ooh, rupanya kau, anak muda.” Ucapnya ramah lalu melangkah mendekati kami.
“ini, orang yang ingin kupertemukan dengan anda pastur, dia Sebastian Hazael. Sebastian, pastur Seraffal adalah sahabat kakek, aku rasa dia bisa membantumu” ujar Michael mengenalkanku.
Pastur itu mengulurkan tangannya, aku menyambutnya.
“senang bertemu dengan anda, tuan Hazael” ucapnya ramah. Aku hanya tersenyum.
Pastur itu melangkah lalu duduk di sebuah bangku panjang yang menghadap sang Al Masih, sementara kami masih berdiri. Ia menghela napas sejenak.
“kau..., mencari sebuah kebenaran, iya kan, tuan Hazael?” tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan. “aku ingin bertanya. Apakah kau percaya akan keajaiban-Nya?” tanya sang pastur sambil memandangku dengan seulas senyum. Aku terhenyak, Tuhan.
“aku mempercayai Kasih tuhan, sampai dia merebut orang-orang yang mencintaiku tanpa sebuah kejelasan atas kematian mereka” jawabku penuh keseriusan.
lagi-lagi, pastur itu menghela napas. “tuhan kini semakin terlupakan, dan ibis menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Dia benar-benar tinggal di hati manusia”
“iblis?”
“kau tahu kisah tentang iblis dan tuhan?” aku mengangguk mengiyakan. “semenjak kekalahannya dan dibuang ke neraka, iblis melakukan apapun demi menarik budak kepadanya. Di dalam pikirannya adalah menyesatkan manusia dan menyeret mereka ke jurang neraka yang siksaannya diberikan keabadian. Tempat dia bersenang-senang.”
“lalu..., bagaimana denganku?”
“aku pernah menghadapi beberapa orang sepertimu nak, mencoba mencari solusi atas masalah seperti ini. Iblis selalu mengintaimu, dia menginginkanmu”
DEG...
apa yang barusan dikatakan oleh pastur itu benar-benar menohokku, mengingnkanku?
“iblis menggoda mereka, lalu menjadikan mereka salah satu diantara yang disesatkan. Kemudian mereka akan menjual jiwa mereka kepada iblis untuk memenuhi keserakahan duniawi mereka. Tetapi ketika tuhan menyelamatkan mereka dari siksaan dosa dan kesakitan, tidak ada apapun untuk sang iblis. Dan ketika sang iblis tidak mendapatkannya sekarang, ia akan menunggu nanti. Hingga darah itu ada di tangannya dan dimasukkan ke dalam daftar nama budaknya” jelas pastur tersebut panjang lebar.
“berarti..., dugaanku benar” ucap Michael, aku hanya memandangnya heran.
“mudahnya nak, salah satu pendahulumu telah mengikat kontrak dengan seorang iblis, tetapi tuhan menyelamatkannya dari kutukan dosa dan penderitaan sehingga iblis itu menunggu untuk bayaran kontraknya.”
“ta-tapi, bagaimana mungkin? Dia mencintaiku. Bisikan itu, dan mimpi yang selalu kulihat. Apa itu tidaklah nyata? Dan lagi, keanehan yang kualami selama ini, apa itu berhubungan? Maksudku, ketika aku tidak bisa merasakan cinta atau kasih sayang?”
“kau telah mendapat kesialan terbesar dalam hidupmu nak. Jika dia mengatakan hal itu, maka takkan ada jodoh dalam duniamu. Hanya kesepian yang akan menemanimu, dan sang iblis yang dunianya berbeda. Iblis tidak merasakan cinta nak, mereka hanya memiliki hawa nafsu. Kau tidak dapat merasakan perasaan cinta maupun kasih sayang, kau terbelenggu dalam kebingungan dan pertanyaan atas pemicunya. Tetapi kau tidak pernah tau nak”
“lalu bagaimana caraku mengusirnya!?” raungku frustasi.
“dahulu, cara seperti pengorbanan itu cukup ampuh demi membakar kontrak. Tetapi jika masalah seperti itu...” Seraffal membuka alkitabnya dan mengambil sebuah kertas dengan tulisan yang tidak kumengerti. Kuperhatikan wajahnya menyendu saat menatap kertas tersebut. “aku yakin, hanya ketulusan yang mengalahkan sang iblis. Itupun jika kau benar-benar bisa menemukan seseorang yang dapat membuatmu jatuh cinta. Tetapi iblis itu penuh dengan tipu daya. Kontrak belum tentu bisa mengikatnya” sambungnya.
“apa?! Jadi maksudmu, aku harus mengorbankan orang pertama yang membuatku jatuh cinta? Itu mustahil! Aku tidak ingin ada orang yang mati karena hal ini!?”
Pastur tua itu terdiam sejenak.
“iblis itu seperti darah, senantiasa mengalir dalam pembuluhmu, juga seperti napasmu, yang kotor dan meracunimu, pun seperti pikiranmu, yang mengendalikanmu dan bertanggung jawab atas perlakuan buruk darimu. Tetapi tuhan itu seperti jantungmu, memompa dan membersihkan darahmu, atau paru-parumu yang membersihkan napasmu, pula seperti hatimu yang memberikan petunjuk atas otakmu. Iblis tinggal di dalam diri manusia, mereka menyerap apapun yang baik dan menggantinya dengan yang buruk. Kau sudah tidak merasakan cinta, itu artinya dia telah sangat lama berada bersamamu.”
“tunggu dulu, jika dia memang sudah lama bersamaku, kenapa baru sekarang dia menampakkan diri?”
“itu berarti dia menginginkanmu sebelum tuhan mencabut nyawamu” jawab sang pastur penuh keseriusan “pulanglah nak, hari telah semakin larut”
 “apa? Bagaimana bisa kau mengatakannya? Aku ke sini untuk menemukan jawaban!” ujarku lagi.
“temukan silsilah keluargamu yang hilang nak, dia adalah saksi semua yang terjadi. Kembalikan jati dirinya, dan kau akan menemukan titik terang dari ini.”
aku agaknya menjadi lebih tenang karena penjelasannya. Setidaknya aku tau harus kemana.
“nah, jam tua itu sepertinya telah menunjukkan waktu yang semestinya. Ah..., aku harus menghadap tuhan” ucapnya lalu berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke depan sang tuhan.
“ayo, Sebastian. Kau sudah menemukan jawabannya.” Sahut Michael bermaksud mengajakku pulang.
“trimakasih, tuan Seraffal” ucapku sebelum memenuhi ajakan Michael dan meninggalkan St.Maria.
Sebelum kami benar-benar keluar dari santa Maria, aku sempat mendengar pastur tua itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.

###-***

Sebastian dan Michael keluar dari St.Maria, wajah mereka terlihat lega. Tetapi tuhan adalah rahasia, dan dialah yang menyimpan rahasia diantara rahasia, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
“tetaplah mengingat tuhan, Sebastian...”gumam Seraffal, sesaat sebelum Michael dan Sebastian benar-benar lenyap dari pintu St.Maria.
Langit kembali gelap, harusnya saat ini ada berkasan cahaya mentari yang berwarna orange kecoklatan, menerpa pegunungan dan rerumputan, pula tanah-tanah tandus dan rumah-rumah warga. Tetapi kelam datang lebih awal, mencegah mentari merebakkan cahayanya, mengurung hangat dan membiarkan aura dingin menyelimuti tanah ini. Sebastian dan Michael telah berada di tengah perjalanan saat bulir-bulir air hujan turun sedikit demi sedikit membasahi bumi.
“hey..., Michael..., apa, aku benar bisa mengungkap ini? Aku tidak ingin mengecewakan leluhurku. Tapi kehidupanku juga dipertaruhkan, dan aku tidak ingin Roselle sedih melihatku.” Ucap Sebastian sambil menatap keluar jendela kaca limosin yang mulai basah oleh air hujan.
“aah, aku mengerti. Kita akan segera menemukan jawabannya. Lusa kita akan ke Perancis untuk bertemu pamanmu”
Sebastian hanya mengangguk lemas dengan masih memandang keluar sana.
dan tuhan adalah tuhan, rencana yang disusunnya tidaklah seorangpun yang tahu melainkan dia sendiri.
beberapa saat setelah kepergian Michael dan Sebastian, St.Maria diselimuti kegelapan, sungguh gelap dan suram. Sementara itu, didalam gereja tersebut, pastur tua bernama Seraffal itu masih menghadap sang Al Masih, berdoa dalam nama tuhan.
“Seraffal, kau terlalu banyak ikut campur...!”
sebuah suara menggema dalam St.Maria, membuat pastur itu berhenti berdoa, ia kemudian berbalik mencari sosok itu. Tak lama kemudian, sebuah sosok hitam muncul, tak melewati pintu, tetapi melayang. Ia muncul dari udara dingin yang masuk ke dalam gereja tersebut, perlahan turun. Ketika kakinya menapak di atas lantai gereja, telapaknya terbakar, tetapi tak sedikitpun ia bergeming pun menjerit merasakan sakit akibat bara api ya ng membakar kaki-kakinya.
“atas kuasa dan rahmat-Nya, tak seharusnya kau menginjakkan kakimu di dalam rumah-Nya” ucap Seraffal menatap sisnis sosok tersebut.
“apa kau lupa, Seraffal? Dahulu, Dia sangat mencintaiku, melimpahkan rahmat-Nya terhadapku, pula menjadikanku pemimpin diantara kamu. Tetapi kemudian dia mencampakkanku ke dsar neraka dan mencabut semua yang telah diberikannya padaku. Api-api neraka jauh lebih panas daripada ini, rahmat-Nya tidaklah berlaku di tempatku berdiri” geram sosok tersebut.
“kau adalah iblis, keserakahanmulah yang menyebabkan Tuhan membuangmu, kini kau sudah menjadi terlalu kotor untuk berada di rumah-Nya”
sosok yang ternyata adalah sang iblis itu melangkah mendekati Seraffal, sebuah seringaian muncul di sudut bibirnya.
“hanya karena kau di karuniai rahmat-Nya dan dilimpahkan atas kasih sayang-Nya, bukan berarti kau bebas mencampuri urusanku. Ini adalah urusan yang rumit antara aku dengan tuhanmu, budak sepertimu tidaklah diizinkan mencampuri urusan yang menjadi hak tuhanmu. Utusan sepertimu hanya diberkati untuk mengawasi dunia melewati utusan. Aku bisa membawamu beserta tempat ini ke neraka, kemudiaan kuperlihatkanlah kepada tuhanmu, betapa naifnya budak-budaknya” sang iblis tertawa, tetapi begitu menyeramkan di telinga yang mendengarnya.
“Tuhan..., berkatilah dirinya, sesungguhnya dialah yang dirinya sendiri. Iblis ada dalam hati manusia, berikan kepada mereka menurut perbuatannya, dan sesuai dengan kejahatan serta usaha mereka, berikan kepada mereka setelah bekerja menggunakan kedua tangannya, berikan kepada mereka padang pasirnya. Musnahkan mereka dan jangan biarkan mereka sampai bangkit kembali. Atas nama Tuhan, aku mengusirmu, iblis, pergilah dari tempat suci ini!” seru seraffal, tiba-tiba, patung Al-Masih yang berada di belakang Seraffal bersinar terang, bersamaan dengan itu sang iblispun merasakan rasa sakit yang teramat sangat menjalari tubuhnya. Sang iblis menjerit bak disiksa cambuk pula dibakar diatas tungku pembakar yang sangat panas. Tetapi gelap yang menyelimuti St.Maria tidaklah terusir, lalu sedetik kemudian, sang iblis kembali seperti semula. Seperti tidak ada rasa sakit apapun yang pernah menyerangnya.
“sudah kukatakan, Seraffal. Rahmat dan karunia-Nya tidaklah berlaku diatasku berdiri” seringaian kembali muncul di lengkungan bibirnya sang iblis.
“seperti dugaanku”
“dosa para ayah, hanya dapat ditanggung oleh dosa anak-anaknya, dan aku tidak bisa melepaskan apa yang menjadi tujuanku. Tuhan tidak memberikan kuasa lagi atasku, aku memilih hidup atas manusia dan merasakan apa yang mereka rasakan”
“terlalu lama di bumi membuatmu melunak, eh?” ucap Seraffal sambil mempererat pelukannya atas alkitab.
“peranmu sudah berakhir”
BLAAARRR....
seketika ledakan besar tercipta dan menghancurkan St.Maria hingga puing-puing terkecilnya, bahkan meski hujan turun semakin deras, kobaran api-api itu tidaklah mengecil.
###

Kami telah sampai di perbatasan kota dan menyempatkan diri untuk menyeruput secangkir hangat Cappuchino di sebuah restoran di sana. Aku pasti masih menyeruput cappuchino yang kupesan tadi jika tak samar-samar kudengar sebuah dentuman ledakan. Aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela, terkejut menghampiriku, sebuah kumpulan asap hitam menyeruak dari sebuah tempat yang barusan kudatangi. Aku berdiri tersentak.
“itu..., jangan-jangan!???!!”
“Seraffal...” desis Michael, matanya menyipit menyaksikan apa yang kulihat.
“Michael, kita harus melihatnya!” ujarku langsung bermaksud menuju limosin. Tetapi kemudian gerakanku terhenti, kulirik pergelangan tangan kananku yang telah sukses digenggam oleh Michael dengan tujuan menghentikanku.
“sudahlah, Sebastian. Seraffal sudah tahu apa yang akan terjadi padanya.” Ucap Michael mencoba menenangkanku.
“tapi hanya dia petunjuk yang kupunya?”
“dia telah memberitahu kita semua yang kita butuhkan. Kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan, lagipula, Seraffal pasti tidak ingin kita kembali ke sana saat ini”
Aku akhirnya berhenti, menatap Michael dan berpikir. Apa yang dikatakannya itu ada benarnya juga. Jadi, kami kembali melanjutkan kegiatan itu, tetapi kali ini dalam diam, dan berduka.

###

Aku merasa sangat sesak sekarang, kejadian kemarin membuatku sedikit terpukul. Padahal aku baru mengenal pendeta tua itu, dan kemudian ia menghilang. Lagipula, terlalu mencurigakan bila ledakan itu hanya diakibatkan oleh tangki pemanas yang meledak. Hal itu tidak mungkin menghancurkaan biara sebesar itu. Aku masih sedikit memikirkannya. Sepulang sekolah aku meminta agar dijemput agak larut, karena cuaca hari ini menjadi lebih cerah dari biasanya, aku berpikir untuk merefresh sedikit pikiranku yang kalut oleh masalahku akhir-akhir ini. Langkah kakiku menuntunku ke sebuah tempat yang sudah begitu lama tidak pernah ku datangi. Yah, aku jalan kaki, sesuatu hal yang begitu jarang dilakukan oleh seorang bangsawan yang kemana-mana selalu dibungkus oleh kemewahan limosin.
sewaktu aku masih kecil, ibu selalu mengajakku ke taman bunga di pinggir kota yang ditumbuhi oleh banyak bunga dan pohon cherry. Aku bermain sepuasnya di sana, bersama ibu tentunya. Tetapi semenjak kematiannya, tempat ini sudah banyak berubah. Jalanan yang dulunya hanya stapak dan dipenuhi tumbuhan dan bebungaan juga toko bunga yang berjejer sangat rapih kini menjelma menjadi sebuah ladang industri dengan banyak bangunan pencakar langit. Hanya dalam 8 tahun, dan semuanya terasa berubah. Aku masih terus berjalan di jalan itu, nama jalan itu Marry Avenue, yah, nama yang cukup aneh untuk sebuah jalan, tetapi kata ibu nama itu diambil dari nama taman yang ada di ujungnya.
Aku berjalan cukup lama sehingga aku tidak sadar bahwa aku telah sampai di tempat yang kutuju. Aku tertegun, tempatnya tidak banyak berubah, syukurlah. Aku mengedarkan pandanganku di sepanjang taman itu. Bebungaan yang masih bertahan, namun dengan warna dan bentuk yang lebih bervariasi dari pada 8 tahun yang lalu. Aku merasa senang. Lalu tiba-tiba pandanganku berhenti pada sosok yang berdiri di tengah taman itu, menggunakan sebuah payung dan menghadap sang mentari yang semakin condong  ke arah barat. Sesuatu dalam hatiku serasa berguncang, seperti ada sesuatu yang bergejolak, mengatakan bahwa ada yang familiar dari sosok itu. Aku mendekatinya, perlahan. Namun sepertinya gagal, dia berbalik dengan wajah terkejut aku yakin. Untuk pertama kalinya aku terkejut melihat kecantikan seperti ini, kulit putih pucat nan mulus bak porcelain, biru sapphire yang menyejukkan di maniknya, dan surai pirang yang begitu berkilau seperti mentari sore ini.
“maaf, tuan?” suaranya bak nyanyian seorang malaikat di surga, baiklah ini sudah berlebihan. Aku hanya ingin mengungkapkan kalau dia berhasil membuatku terpesona.
“ah.., i-iya. Maaf, apakah aku mengganggumu? Nona...”
ia menggeleng kecil, lalu tersenyum padaku.
“ah, sungguh tidak tuan. Aku belum pernah melihat tuan sebelumnya, apakah anda baru ke sini?” tanyanya.
“ah, lebih tepatnya aku baru kembali. Aku pernah ke sini saat aku masih kecil dulu, aku tidak menyangka bahwa tempat ini masih akan terawat” ucapku sambil mengalihkan pandanganku darinya.
“mari, silahkan duduk tuan” tawarnya sambil menunjuk sebuah bangku di bawah pohon cherry di tengah taman itu. Aku menurut dan duduk bersamanya.
“aku tinggal dan merawat taman ini bersama ayahku sejak dulu. Pemerintah berusaha keras membeli lahan ini untuk dijadikan lahan industri, itu terjadi beberapa tahun yang lalu, dan konflik perebutan atas lahan inipun terjadi. Ayahku meninggalkan lahan ini sebagai warisannya, dan aku tidak ingin dia kecewa dari kematiannya” tuturnya menyendu, aku menatapnya intens “eeh.., kenapa aku malah bercerita ini kepada tuan? Maafkan aku” ucapnya salah tingkah.
“ah, ti-tidak. Aku malah senang. Seandainya aku tahu hal itu, aku pasti akan membantumu”
“eeh?”
“nah, bolehkan aku tahu namamu, nona?” tanyaku sambil tersenyum.
“oh, aku sampai lupa” iapun berdiri dari duduknya, membungkuk padaku setelahnya. “nama saya Lucy Fereya, senang mengenal anda tuan” ia kembali duduk di sampingku.
“ah, Lucy. Namaku Sebastian Hazael, senang mengenalmu juga”
kami duduk di sana sampai matahari hampir tenggelam. Aku menatap wajahnya yang mempesona itu. Sungguh, aku sangat terpesona padanya, apakah kini aku mulai..., ah, tidak boleh. Aku tidak bisa mengorbankannya atas kepentinganku. Aku yakin, Lucy punya kehidupan yang lebih baik di dunianya dari pada aku. Tetapi aku tidak bisa membohongi diriku bahwa aku memang terpesona olehnya. Apakah aku..., bisa menjadi normal?
aku berdiri dari bangku itu, membuat Lucy menjadi sedikit terhenyak.
“ah, maaf Lucy, kurasa aku harus kembali. Apakah kau perlu tumpangan ke rumahmu?” tanyaku. Dia menggeleng.
“tidak perlu tuan, aku akan berada disini sedikit lagi. Berhati-hatilah”
aku tersenyum mendengarnya, dia menatapku dengan senyum itu, senyum yang membuatku terpesona. Aku yakin wajahku sangat memerah saat ini.
akupun meninggalkannya di bangku itu, sendiri sambil memandang cakrawala yang mulai menggelap. Aku hanya berlari sampai depan jalan karena Maria dan Roselle berada di sana untuk menjemputku.

###

Sepanjang perjalanan ke rumah, di pikiranku selalu terlintas bayangan gadis itu, Lucy Fereya, dia manis dan cantik. Aku tentulah merasa aneh jika merasa terpesona pada gadis seperti dia. Bukan, bukan karena dia adalah gadis biasa. Tetapi aku, aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dan untuk itulah aku membenci diriku. Keanehan ini..., semua berawal saat semua meninggalkanku. Saat ayah, ibu, dan orang-orang yang mencintaiku pergi, semuanya berawal pada 8 tahun yang lalu.
                                                        **FLASH BACK**

Malam itu, udara terasa dingin, ini bukan bulan Desember dimana suhu menjadi turun beberapa derajad dari suhu normal. Ini bulan July, dan malam yang sangat gaduh menurutku, karena selain suara hujan di luar, di dalam rumah juga dipenuhi oleh suara orang yang sedang berkemas. Ayah, ibu, dan kakek akan pergi ke pesta pernikahan sepupu Jones di Perancis. Keadaan rumah benar-benar riuh oleh derap langkah mereka yang terburu-buru, bahkan Maria terlihat puluhan kali lebih sibuk dari biasanya. Yah, aku tahu pernikahan ini penting, tapi...
“ah, Sebastian, kau akan berada di rumah selama 3 hari, ibu dan yang lain akan pergi ke pernikahan sepupu Jones, kau di rumah saja dan jaga Roselle bersama Maria ya?” pinta ibu kepadaku, wajahnya terlihat senang.
aku hanya mengangguk mengiyakan.
“hey, Michelle, apakah kau sudah siap? Kita akan segera berangkat, aku akan menunggu di mobil” itu ayah, dia sepertinya sangat mementingkan perjalanan ini. Alasan kenapa pernikahan sepupu Jones sangat penting adalah karena dia menikahi seorang putri dari seorang kaisar terpandang di Jepang, jadi adat dan kehormatan keluarga sangat dibutuhkan di sini. Kalau aku dan Roselle ikut, aku hanya akan membuat masalah di sana.
“baiklah, Romeo. Nah, Sebastian, tolong jaga Roselle ya, berjanjilah untuk berada di dekatnya, ibu dan ayah tidak akan lama” ibu menjawab panggilan ayah dan kemudian mengalihkan pandangannya kepadaku, ia meminta dengan raut wajah yang sulit kuartikan. Tapi aku berjanji, akan menjaga Roselle.
“tapi..., kenapa harus malam-malam seperti ini?” tanyaku polos.
“acaranya akan di mulai besok, jadi kami harus segera sampai di sana. Karena ayah sudah memesan tiket pesawat, jadi kami harus segera berangkat”
“ooh, baiklah”
Dan begitulah, ibu, ayah, kakek, dan yang lain pergi. Hanya aku, Roselle, dan Maria yang berada di rumah. Aku mengantar mereka sampai di ambang pintu, Roselle digendong oleh Maria, tetapi dia tidaklah menangis, entah apa yang dipikirkannya saat itu.
Malam itu, waktu menjadi berjalan lambat, sudah 2 jam semenjak kepergian ibu dan yang lain, aku tiba-tiba mendapat firasat buruk, entahlah ini benar atau tidak, tapi selain itu, aku merasa langit mengetahui sesuatu. Mereka mendung dan suram. Awan-awan hitam menutupi bulan dan bintang yang seharusnya bersinar terang malam ini.
Jam antik keluarga Hazael di ruang tengah itu menunjukkan pukul 9 malam, dan hujan mulai turun diluar sana, meskipun hanya berupa rintik-rintik gerimis. Aku masih duduk di sofa empuk ruang tengah, dan saat itu bel berbunyi. Seseorang bertamu malam-malam seperti ini di kediaman Hazael? Ada hal penting apa?
Maria berjalan ke arah pintu kemudian membukanya, terlihat samar olehku sosok beberapa orang pria dengan jas hujan hitam. Aku mendekat kepada mereka setelah terlebih dahulu berbicara sejenak dengan Maria, tetapi kemudian maria memelukku, lalu tangisnya pecah sambil meneriakkan nama ayah dan ibu. Ada apa ini sebenarnya?
“maaf, tuan. Kami hanya mampu memberikan kabar seputar hal ini. Tuan dan nyonya Hazael beserta keluarga yang lain mendapat kecelakaan. Pesawat yang mereka tumpangi ke perancis dihantam oleh badai. Permisi” ucap salah seorang pria berjas hujan itu kemudian pergi.
aku memandang Maria masih dengan ekspresi heran “Maria, ada apa?” tanyaku. Perlahan Maria balik menatapku, air mata masih terlihat deras mengalir di matanya, membanjiri kelopaknya dan membuat Azure yang menghiasi maniknya nampak redup.
“hiks..., tu-tuan muda..., tolong jangan sedih. Tuan dan nyonya telah berada di sisi tuhan sekarang. Hiks..., maaf membuat tuan harus memahami hal seperti ini” jawab Maria sambil terisak.
aku tidak perlu waktu lama untuk mencerna perkataan Maria barusan, karna aku sudah tahu, orang-orang yang mencintaiku..., mereka..., telah direnggut oleh tuhan. Aku tahu sesuatu itu akan terjadi, tetapi aku tidak tahu hal seperti inilah yang menantiku. Tangisanku pecah seketika, rasanya..., seperti semua menghilang, tidak tersisa satupun, bahagia itu semua dihancurkan oleh rasa sakit oleh kematian.
***FLASH BACK: end**
Dan dari sanalah, dari kesakitan dan kehilangan itulah, entah kenapa perasaan cinta dan kasih sayang yang kumiliki kepada orang lain musnah. Berbagai tim penyelamat telah kami kerahkan untuk mencari jasad keluargaku, tapi hasilnya nihil, tidak ada satupun dari mereka yang ditemukan, tidak jasad ibu, ayah, kakek, atau kerabat lain, dan semua itu membuatku terpukul dan tidak bisa merasakan apapun. Hanya Roselle yang masih kurasa kusayangi. Aku tidak mampu menjalani hubungan kekasih dengan seorang gadis karena aku akan segera merasakan hal yang tidak kusukai. Aku menjalin hubungan-hubungan itu agar setidaknya aku bisa menjalani kembali hidupku yang dulu, dan berhenti membuat Roselle khawatir padaku. Tetapi selama ini, gadis-gadis itu tidak pernah bisa membuatku menyukai mereka bahkan sejak pertama aku melihat mereka. Tetapi Lucy..., dia berbeda. Ada apa dengannya? Lalu apakah aku akan membuatnya menjadi yang terakhir? Tapi jika aku menyukainya, maka iapun takkan bisa bersamaku. Ini kutukan.

###-***

Malam semakin larut, gelap, kelam, suram. Hanya itu yang tersisa, tidak cahaya, tidak terang, tidak pula cerah. Tidak ada yang tersisa dari itu semua saat ini. Jeritan hewan malam memekik telinga, bulan tidak dapat menunjukkan jalan dibawah tuntunan cahaya silvernya akibat terhalangi oleh arakan awan yang berpendar menutup langit. Tetapi meski dalam kegelapan itu, masih ada yang mampu berjalan di dalamnya. Tatapan mata itu, tajam. Seringaian sang satan. Bahkan tanpa melihatnyapun, orang akan sangat ketakutan. Sepasang sayap hitam, kelam, dan gelap, seperti malam ini atau malam-malam sebelumnya.
“aku...mencintaimu...”
Sebastian terbangun dari tidurnya dengan ekspresi yang menggambarkan ketakutan, peluh mengucur deras di wajahnya, napasnya tersengal-sengal bagai seorang pelari marathon yang usai menempuh jarak lari terjauh. Pandangannya begitu sarat oleh ketakutan dan kengerian. Tubuhnya bergetar hebat. Kemudian, dengan kedua telapak tangannya Sebastian menutupi wajahnya.
“huh...huh..., mimpi itu lagi...” gumamnya. Ia kemudian menatap jam dinding di kamarnya, angka-angka yang ditunjuk oleh jarum-jarum jam itu menunjukkan pukul 2 pagi.
Setelah berhasil mengumpulkan semua nyawanya, sebastian bangkit dari tempatnya sekarang. Ia beranjak hendak ke dapur. Tetapi ketika kakinya hendak melangkah menuruni tangga, angin dingin dari balkon yang menyusup masuk ke dalam ruangan melalui jendela yang terbuka menarik perhatian Sebastian. Korden merah marun melambai-lambai tertiup angin malam, bagai memanggil Sebastian mendekat. Seperti tersihir, langkah kaki Sebastian terus mendekati balkon tersebut. Sampai ia berhenti di hadapan malam.
Sebastian terkejut, matanya agak melebar sehingga membuat onyxnya hampir terlihat seutuhnya. Sebuah sosok asing nampak bertengger di lantai balkon itu, menghadap sang malam sembari tangannya menggenggam pagar pembatas balkon tersebut.
“dia.., siapa?” hanya gumaman seperti itu yang terbisik dari bibirnya. Surai hitam legam tertiup angin, sebuah dress hitam senada dengan rambutnya dikenakan oleh wanita itu, dan tubuh elok yang didambakan oleh semua wanita di dunia. Dia sempurna bagi kebanyakan pria, entahlah dengan Sebastian.
“menikmati malam anda, Tuan Hazael?” sahut wanita itu. Ia berbalik. Wajah putih pucat nan mulus tanpa celah, bak porcelain yang tak bernilai harganya. Leher jenjang yang terekspos, dada yang proporsional, sangat menarik bagi kau pria. Tetapi mata itu, mata dengan manik merah yang menggambarkan kesengsaraan dan kepedihan.
“kau..., mata itu...” Sebastian bergeming, tubuhnya bergetar, matanya kembali membulat menyadari sosok yang ada dihadapannya. Wanita itu tersenyum, lalu memandang Sebastian dengan lembut.
“eeh..., tuan Hazael. Kau menyadarinya” ucap wanita itu sambil masih menatap Sebastian. Senyum manis merekah di bibir marunnya. “aku adalah orang yang sama. Dalam mimpimu, yang datang dengan kelam bersama kegelapan yang hitam. Aku berseru atas rasa cinta di telingamu, mengatakan kejujuran. Tetapi utusan dan budak-budak tuhan melarangku atas nama-Nya, membuatku merasakan sakit yang teramat sangat... tapi cintaku..., sungguh” nada suara itu terdengar menyendu.
“jadi kau..., iblis?” bibir Sebastian bergetar saat mengucapkannya.
sedetik kemudian, wanita yang ternyata adalah iblis itu telah berada didepan Sebastian. Tuan mudah Hazael itu bergeming, kaki-kakinya terlalu berat untuk diangkat, sama seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya di dalam mimpi itu.
“apa..., yang kau inginkan?” Sebastian dapat merasakan napas wanita itu di lehernya.
“cintamu, Sebastian Hazael. Aku menginginkanmu” ucap wanita itu seductive lalu mencium pelan dagu bangsawan Hazael itu. Sebastian hanya mampu terkejut menanggapi hal tersebut.
“ta-tapi..., kau, iblis tidak merasakan cinta? Iblis hanya punya hawa nafsu benar kan?” desis Sebastian di sela keterkejutannya.
“hmm? Lalu apakah kau juga iblis?” iblis itu kembali bertanya.
“a-apa maksudmu? Aku ini tentu seorang manusia!” jawab Sebastian.
“tapi kau tidak bisa merasakan cinta kan, Hazael Sebastian?”
Sebastian tertegun, ia tau hal itu pasti. Ingin rasanya ia menyahut dan membantah soal hal itu dengan menceritakan soal Lucy, tapi ia undurkan niatnya itu karna ia yakin bahwa perasaannya itu belumlah pasti.
“aku...”
“kami pada dasarnya sama dengan kalian. Kau tau? Sebelum Azazel menggoda Adam dan Hawa memakan buah terlarang di surga, kalian seharusnya tinggal dan beranak pianak di surga, dan kalianpun tidak merasakan hal semacam cinta, sama seperti malaikat” Wanita itu melepas kontaknya dengan Sebastian, kemudian membelakanginya. “ketika Adam dan istrinya yang diagungkan itu memakan buah terlarang itu, sesuatu yang disebut perasaan dan nafsu muncul pada diri mereka, membuat kalian seperti ini. Itulah mengapa kalian bisa merasakan hal seperti cinta dan kasih sayang. Azazel pernah mencicipi buah itu, dan tuhan membiarkannya. Pohon itu selalu berbuah setiap saat, tidak pernah kering karena di akarnya, mengalir berbagai hulu dari semua sungai-sungai yang berkilauan di dalam surga. kemudian diantara kami yang tergoda akan buah itupun mengambil dan memakannya, tetapi tuhan dan hanya diri-Nyalah yang tahu semua yang kami lakukan dan apa yang akan kami akibatkan berikutnya. Kami menjadi memiliki perasaan seperti kalian. Adapun malaikat yang telah diangkat oleh tuhan di sisinya tidak diperbolehkan untuk menggigit maupun mencium aroma dari buah itu, karena tuhan mengutuk yang mencicipinya dan tidak akan pernah membiarkan siapapun yang memakan buah itu untuk mendapat berkat darinya tinggal di dalam surga” jelas wanita itu panjang lebar sambil kembali membayangkan apa yang pernah terjadi sebelumnya. Sementara Sebastian, ia hanya mampu tertegun atas kisah itu.
“jadi..., kau adalah salah satu yang menggigit buah itu?” tanya Sebastiaan lagi.
“aku melakukannya.”
“lalu..., kenapa kau baru memperlihatkan dirimu sekarang?” tanya Sebastian.
“aku punya alasan yang takkan ingin kau ketahui sebastian”
wanita itu kembali menatap Sebastian, kali ini pandangannya menjadi lebih sendu dari sebelumnya.
“maaf, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku, Freya Luc (Luc= cahaya *latin*)” ucap Wanita tersebut.
“aku tidak tahu harus berkata seperti apa”
“kita akan bersenang-senang...” wanita yang bernama Freya itu langsung berhambur memeluk Sebastian, sementara sang tuan muda yang terkejut hanya mampu pasrah dan terdorong ke belakang. Freya menindihnya.
“he-hey, apa-apaan ini?”
“wajahmu memerah Sebastian” desis Freya dan segera merapatkan dadanya ke dada Sebastian. Dada yg bagus -_- #plakk
Tetapi Sebastian tahu apa yang akan terjadi jika dia tetap di sini, lagipula matahari hampir muncul. Dengan segera pula Sebastian menjauhkan tubuh Freya kemudian berdiri dengan gugup.
“i-ini sudah pagi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi berikutnya” elak Sebastian. Freya hanya menyeringai.
“hmm? Kau gugup tuan muda? Baiklah, sampai jumpa besok malam” setelah mengucapkan itu, sosok Freya melebur menjadi debu dan menghilang, menyisakan kesunyian pagi. Dada Sebastian berdegub kencang, entah apa yang terjadi. Setelah itu, Sebastian kembali ke kamarnya, ia memutuskan untuk tidak tidur karena ia memilih untuk bersiap-siap ke sekolah.
sementara itu, tanpa diketahui oleh siapapun, sebuah kegelapan mengintai dari luar rumah besar tersebut, sebuah sosok di dalam sana menyeringai.
“menarik...” ucap sosok itu kemudian menghilang bersama kegelapannya.
Pagi itu pula semua berjalan seperti biasa, tidak ada yang istimewa. Hanya Roselle, dan Maria. Makan dalam kesunyian.

###

Di sekolah, keadaan sama sekali tidak berubah bagiku. Huuuh..., padahal beberapa menit yang lalu aku berharap bahwa aku akan mendapat sesuatu yang berbeda. Ini sudah jam istirahat, tapi jiwaku sama sekali tidak ada nafsu untuk pergi ke manapun. Kepalaku sibuk berputar-putar dalam pikiranku tentang Freya dan Lucy. Seorang iblis, dan seorang manusia. Apa yang bisa kulakukan? Aku hanya merasa terpesona oleh mereka. Apakah perlahan hidupku akan berubah?
“oi, Sebastian? Kau melamun lagi?” seseorang menyahutiku, aku cukup menghafal suara itu sehingga tidak butuh waktu untukku mengenali siapa itu. Yah, siapa lagi kalau bukan Michael.
“aah..., tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu”
“itu namanya melamun” ucapnya datar.
“hey..., kurasa, aku sudah bisa merasakan perasaan itu” jujurku.
segera mungkin ekspresi wajah itu berubah, Michael benar-benar terkejut.
“a-apa? Be-benarkah? Siapa orangnya?” tanyanya bertubi-tubi.
“ya, dan ya. Seseorang yang menurutku menarik” jawabku enteng.
“haah? A-apa jangan-jangan kau menyukaiku??!!” cetusnya dengan wajah bodohnya yang sungguh terlewat batas. Akhirnya, sebuah buku tata krama setebal 5 cm mendarat dengan mulus di kepala jabriknya itu.
“memangngnya siapa yang menyukaimu, bodoh” ucapku dengan aura hitam yang berkilauan.
“ugh, ba-baiklah. Jadi..., siapa yang akhirnya bisa membuatmu err..., normal? Kembali?”
“hh..., akupun tidak tahu. Aku mengenalnya kemarin, di sebuah taman yang sering kukunjungi bersama ibu dulu. Dia asing..., tetapi, sesuatu yang ada padanya membuatku merasa familiar, tapi entahlah itu apa.” Jawabku.
“oh..., pandangan pertama” dengus Michael, aku menatapnya risih.
“ah..., sebentar kita berangkat jam berapa?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“kita akan pergi sore. Aku sudah mengatakan pada ayah untuk memakai jetnya saja. Lagipula kita takkan lama di sana. Aku juga sudah mengetahui tempat pamanmu tinggal.” Jawab Michael. Aku agak lega mendengarnya.
“semoga paman Jonathan mau menerima kita” gumamku namun sepertinya cukup keras sehingga Michael mendengarnya.
“loh, kenapa? Apa dia kolot?”
“yaah, begitulah” dan pembicaraan ini berakhir dengan Michael yang hanya ber’oh’ ria.

###-***

Sebastian dan Michael telah menyepakati untuk berangkat pada pukul 4 sore, cuaca hari inipun cerah. Setelah mempersiapkan keberangkatan mereka, dengan menggunakan sebuah pesawat Jet pribadi milik keluarga Hongo, kedua pemuda tampan, kaya raya nan populer juga cerdas itupun berangkat menuju perancis untuk mencari kejelasan atas semua yang terjadi pada Sebastian.
3 jam mereka habiskan untuk menuju tempat tinggal Jonathan Hazael di Perancis. Karena Jonathan tinggal di sebuah tempat yang cukup terpencil dari kota besar namun dengan ukuran rumah yang tidak bisa dibilang sederhana, pendaratan menggunakan jet itu tidaklah sulit dilakukan. Seorang pria paruh baya keluar dari dalam rumah besar di depan lapangan tempat Sebastian dan Michael memarkir jet mereka. Sebastian mengenali sosok itu sejak 8 tahun yang lalu.
“paman..., Jonathan” desis sebastian saat melihat pria itu. Mereka berdua menghampiri Jonathan. Terlihat dari raut wajahnya, Jonathan nampak tidak senang melihat kehadiran mereka.
“maaf  kami datang mendadak paman. Aku ingin mengabarimu tentang ini, tetapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana caranya.” Ucap Sebastian mencoba mengabari pamannya.
“ada apa?” tanya Jonathan sinis.
“aku..., ingin meminta bantuan paman...” diam sesaat. Angin sepoi-sepoi berhembus perlahan, menyibak surai hitam sang paman, juga Sebastian dan Michael.
“pulanglah!” jawab pria itu tanpa perasaan kemudian berbalik hendak memasuki kembali kediamannya. Sebastian hanya terpaku mendapat jawaban itu.
“tu-tunggu paman!” sergah Sebastian dan sepertinya sukses, Jonathan berhenti. “tolonglah paman. Aku sedang terlibat masalah dari seorang pendahulu dalam keluarga kita. Jika aku tidak bisa mendapat kejelasan untuk semua ini, maka hidupku takkan pernah tenang. Tolonglah, hanya paman yang bisa membantuku” ucap Sebastian sambil memohon. Michael yang melihatnya merasa sangat iba.
“aku bukan lagi seorang Hazael. Kakekmu, Francoise Hazael membuangku dengan semua kutukan ini” sahut Jonathan masih membelakangi mereka.
“kutukan?”
“aku tahu masalah apa yang menyertaimu, Sebastian. Aku dulu berkorban demi mereka. Tetapi semua itu sia-sia”
“maksudnya?”
“sepertinya memang harus kujelaskan. Masuklah” setelah menghela napas yang lumayan ringan, Jonathan akhirnya membiarkan Sebastian dan Michael masuk ke dalam rumahnya, atau lebih tepatnya istananya.
Mereka segera duduk dengan santai di atas sofa empuk yang telah berjejer rapih di ruang tamu sang pria tua itu. Michael memperkenalkan dirinya dan duduk bersama Sebastian sementara Jonathan duduk berseberangan dengan mereka.
“jadi..., pengorbanan apa yang paman maksud?” tanya sebastian to the point.
“aku hanya akan menceritakannya sekali nak, sebenarnya aku dilarang oleh kakekmu untuk menceritakan ini kepada keturunan kami selanjutnya. Tetapi aku tahu, itu semua hanya akan membawa kutukan bagi keluarga besar Hazael.”
“kutukan seperti apa paman?”
“semua berawal semenjak keluarga besar Hazael dipimpin oleh Fernandes Hazael VI. Dia adalah kakek Francoise, kakekmu. Ketika masa perang dunia II, keluarga Hazael mengalami krisis moneter dan finansial yang sangat berat dan panjang. Saat itu, semua saham yang dimiliki oleh keluarga utama habis dijual untuk memenuhi kebutuhan perang dan politik. Fernandes Hazael VI jatuh sakit, ia tidak mampu memikirkan persoalan yang akan menimpa keluarga utama. Lalu putra sulung Fernandes VI yang bernama Barnabas Hazael yang merasa sangat iba akan kondisi keluarganya, melakukan perbuatan gila”
“perbuatan gila?” desis Michael.
“Barnabas membuat kontrak dengan satan”
DEG...
satan? Apa itu benar? Apa yang terjadi sebenarnya dalam keluarga ini?
“Satan membantu Barnabas memperbaiki kondisi kehidupan keluarga utama dengan jaminan nyawanya tanpa sepengetahuan satupun anggota keluarga utama, termasuk Fernandes VI. Tetapi ketika hari dimana Barnabas hendak menyerahkan jiwanya, sesuatu terjadi”
“lalu? Bukankah hal itu hannya akan menimpa Barnabas? Bukankah itu adalah isi kontraknya?” sahut Michael.
“hmm..., kau cukup pandai tuan Hongo. Tapi iblis adalah iblis. Perjanjian darah adalah hal yang kerap dilakukan oleh seseorang yang hendak membuat kontrak dengan iblis. Tetapi mengenai isi kontraknya, hanya iblis yang tahu.”
Mata Sebastian melebar, sepertinya ia tahu apa yang terjadi di sini. Tapi biarkan Jonathan menyelesaikan kisahnya.
“Satan memanipulasi isi kontraknya dengan tidak memberitahukannya kepada Barnabas. Dan ketika jiwa Barnabas hendak diambilnya, ia tahu banyak mata menyaksikan itu. Lalu Satan berkata bahwa ia mengutuk silsilah keluarga ini. Setiap anak yang lahir dari keturunan utama akan menanggung beban selayaknya ayah daripadanya, dan dosa-dosa mereka akan berlanjut hingga kutukan itu terhapus.”
“kutukan seperti apa itu?”
“Satan mengutuk silsilah keluarga utama agar menyerupai sepertinya. Tidak memiliki perasaan, cinta, ataupun kasih sayang sehingga keturunan utama takkan mendapat pewaris yang murni, dan jiwa darinyalah yang akan terus menjadi pemuas nafsu sang Satan. Ini adalah kontrak berantai yang menjadi kesalahan Barnabas. Kakek Francoise adalah putra barnabas, putra tunggal. Ia menjadi korban kutukan dan kontrak itu.”
“eh? Ta-tapi, bukankah ia menikahi nenek Gracia?” sahut Sebastian.
“nenek Gracia adalah orang yang dipilih oleh kakek Francoise untuk menghaslkan keturunan utama. Karena meskipun dengan kutukan ini, keluarga kita harus tetap bertahan dan berlanjut. Ayahmu adalah putra pertama kakek Francoise, dan seharusnya dialah yang menjadi korban kontrak itu.” Jelas Jonathan.
“lalu..., apakah ayah dan ibu menikah hanya karena...”
“tidak..., aku, sangat menyayangi keluarga ini sama seperti aku menyayangi ayahmu, Romeo. Aku tidak ingin menyaksikan keluarga utama menderita lebih jauh lagi. Jadi, aku melanggar kontrak itu dan menyerahkan tanggung jawab keluarga utama kepadaku. Aku tidak memberitahu siapapun tentang itu sampai semuanya berhasil.”
“lalu?” tanya Sebastian penasaran. Wajah Jonathan menyendu, seperti sesuatu mengganggunya dalam kesedihan.
“aku berhasil, kutukan Romeo berpindah kepadaku, dan hingga ia menikah dengan Michelle, aku tetap tidak dapat merasakan cinta seperti dia. Tetapi layaknya Barnabas, akupun melakukan kesalahan. Satan tidak mengampuni dosa anak setelah ayahnya. Terkecuali ayahnya yang menanggung dosa itu sebelum sang anak memintanya. Jadi, kutukan itu berpindah, tetapi tidak dengan konsuensi kontraknya. Lebih parah lagi, Satan mengambil semuanya. Ia serakah dan tamak akan jiwa. Kemudian di malam itu, ketika semua anggota keluarga utama menuju ke Perancis untuk menghadiri pernikahan sepupu Jones, Satan mencelakakan mereka sehingga mereka pergi bersamanya.”
“lalu kenapa mereka meninggalkanku?” tanya Sebastian mulai marah.
“seperti yang kukatakan tadi, keluarga utama perlu penerus. Jadi, kurasa Romeo dan Michelle sudah mengetahui keadaannya dan tetap melanjutkan kontrak itu”
“me-mereka..., melakukannya demi kontrak itu? Kupikir selama ini, Tuhan menyelamatkan mereka atas sang iblis dan membuat mereka selamat dari perbudakan?”
“iblis itu adalah ladang tipu daya. Kau tidak bisa mempercayai mereka ketika mereka menyeringai ke arahmu.” Jawab Jonathan.
“lalu..., paman, apa yang harus kulakukan?”
“kontrak itu terhapus oleh pengorbanan, hal yang murni. Cinta dan kasih sayang dari seorang pemilik kontrak. Hanya itu yang dapat menyelamatkan keluarga utama”
“maksudmu, jika aku mengorbankan cinta pertamaku, semua akan selesai? Itu tidak mungkin!”
“itu memang hal yang mustahil. Mengingat bahwa kau tidak bisa merasakan hal seperti itu” desis Jonathan.
“tapi..., aku baru merasakan hal seperti itu?”
“apa maksudmu?!”
“sepertinya aku menyukai seseorang”
Jonathan terlihat terkejut. Ia terbengong ‘apa mungkin karen beberapa keturunan, efek kutukannya menjadi berkurang?’ pikir Jonathan.
“kalau begitu..., kau bisa menghentikan kutukan ini. Bagaimana bisa?” tanya Jonathan.
“aku melihat gadis itu di taman kemarin. Dan aku merasa terpana olehnya. Tapi bahaimana aku bisa mengorbankannya?”
“pulanglah, temui gadis itu! Amankan dia sebelum Satan mengambilnya!”
“apa maksudnya?” sahut Michael.
“Satan, ah tidak, tapi Lucyfer, akan mengambil dan menghancurkan apapun yang menghalanginya. Pulanglah! Dan kembalikan nama keluarga Kita...” ucap Jonathan, di wajahnya tergaris sebuah senyuman hangat. Hal itu mendorong Sebastian untuk segera menyelesaikan semua ini, penderitaan keluarganya, dan dirinya. Tetapi tanpa mengorbankan siapapun.
mengetahui hal apa yang akan mereka dapati, Sebastian dan Michael segera pulang ke kota mereka. Saat itu pula, sebuah firasat buruk hinggap di lubuk hati Sebastian, ia terus menerus membayangkan Lucy.
“Sebastian, di mana tempat tinggal Lucy?” tanya Michael.
“a-aku tidak tahu. Ketika aku menemuinya aku tidak sempat menanyakan alamatnya.”
“keh, kecerobohan besar seorang bangsawan” gerutu Michael yang hanya ditanggapi oleh desisan seorang Hazael. “lalu bagaimana kita mencarinya?”
“Lucy bilang dia dan ayahnya merawat Taman di Marry Avenue sejak dulu, tapi aku tidak pernah melihatnya sejak aku kesana bertahun-tahun yang lalu. Kita mungkin bisa mulai mencarinya di sana” jawab Sebastian yang kemudian ditanggapi oleh anggukan Michael.
“Paul, bisakah kau gunakan tenaga ultra nuklir Lv.2? kita harus sampai di sana secepat mungkin, ini sudah jam 8 malam” sahut Michael pada pengemudi jetnya.
“siap tuan”
Kemudian dengan tenaga turbo nuklir mereka melaju dengan jet tersebut menuju kediaman Sebastian.

###

Kami sampai di rumahku setelah beberapa jam terbang dari Perancis menggunakan jet itu. Sesegera mungkin kami-aku-dan-Michael memakai Limosin dan pergi ke taman di ujung jalan Marry Avenue. Aku berharap bebungaan di sana masih bermekaran meskipun sekarang hujan sudah tak terelakkan lagi. Malam ini, pukul 9 aku dan Michael menuju taman itu, berharap apa yang ingin kami lindungi tidak apa-apa. Kami menghabiskan waktu 15 menit untuk sampai ke taman itu karena jarak yang agak jauh dari rumahku.
sesampaiku di sana, aku terkejut, benar-benar terkejut, sesuatu yang buruk terjadi. Bebungaan itu, pot-pot hiasan itu, hancur berantakan. Taman ini tadinya sangatlah indah dengan hamparan variasi bebungaan, kini semuanya hancur. Tapi hal yang paling menyakitkan adalah melihat sosok yang kemarin membuatku terpesona itu, kini terbaring tak sadarkan diri di atas tumpukan bebungaan yang dirawatnya. Aku kini tak memperdulikan hujan yang mengguyur lagi, kulepaskan payung hitam yang kugenggam lalu berlari mendekati sosok tersebut, aku terkejut, tubuhku bergetar, hatiku terasa remuk. Wajah itu, sangat damai. Sesuatu merobek dadanya, menembus pakaian hangatnya dan menyebabkan darah mengucur sedemikian banyaknya sehingga membuat White Rose dan Jasmine yang menjadi alas tubuhnya memerah.
“Lu-Lucy?” panggilku. Ia tak menyahut, matanya benar-benar terpejam. Aku terduduk di dekat jasadnya yang telah membeku oleh suhu. Kurangkul kepalanya dan kubawa ke pangkuanku. “Lu-Lucy? Apa..., yang terjadi?” tanyaku berusaha dan berharap agar dia membuka matanya. Tetapi tidak.
“kita sudah terlambat...” sahut Michael sambil menatapku miris.
“ta-tapi.., bagaimana bisa?”
“semuaa itu bisa terjadi karena cinta, Sebastian”suara yang familiar menyahut di taman itu, mengusik kedukaanku. Aku mengedarkan pandangan mencari sosoknya. Lalu berhenti pada sebuah sosok wanita yang berdiri dengan dress hitamnya di bawah naungan pohon Cherry. Gaun itu, sosok itu. Sama seperti malam waktu itu. Iblis itu mengangkat kepalanya, ia menyeringai, matanya berkilat menunjukkan Iris merah semerah darah yang sama seperti malam itu.
“ka-kau!!!” geramku, aku merasa amarahku telah sampai pada batasnya. Entah kenapa, rasanya Lucy sangatlah berharga bagiku.
“kau merasa sakit? Aku bisa mengakhirinya. Karena ini hanyalah PERMULAAN!!”
Sayap iblis itu direntangkannya, kemudian kegelapan menyelimuti taman itu, dan dapat kurasakan. Diriku..., tenggelam dalam suramnya kegelapan..., seperti mimpi-mimpi itu.
Sang IBLIS...




##TBC##

For last chapter, judulnya adalah BLACK STORY: THE ENDING...
kuharap ini bagus. Tapi meskipun tidak, chapter terakhir harus tetap di upload
ARIGATOU GOZAIMASU