Senin, 11 Januari 2016

BERAMAL SEPERTI ABU DARDA

BERAMAL SEPERTI ABU DARDA


Setiap seorang dari kita pasti pernah beramal. Ya, saya dan anda pernah mengeluarkan sesuatu untuk beramal, entah itu uang, jasa, barang tertentu. Kita semua pernah beramal.  Lalu, apa yang kita harapkan dari semua amal itu? Pernahkah kita mendapatkan sesuatu yang sepadan dari apa yang kita berikan kepada orang lain? Mungkin pernah. Pernahkah kita tidak mendapatkan apapun meski seuntai kata terima kasih dari orang lain? Mungkin juga pernah. Lalu pertanyaannya, apa yang kita harapkan dari setiap amal yang kita berikan pada orang lain? Uang? Bantuan yang sepadan? Ataukah kita hanya beramal seikhlasnya tanpa mengharap apapun dari orang lain? Wallahu alam.
Mari kita merenung sejenak, untuk apa yang sudah pernah kita berikan terhadap orang lain, tak perlu jauh-jauh. Pertanyakan pada diri anda, apa yang telah anda berikan sebagai amal anda kepada orang-orang terdekat anda. Apa yang sudah anda berikan pada ibu anda? Ayah anda? Saudara-saudara anda? Sesepu-sesepu anda? Teman dekat anda? Mari pikirkan kembali apakah kita pernah mengamalkan sesuatu kepada mereka sementara kita tidak sadar bahwa mereka telah mengamalkan banyak hal kepada kita. Ibu kita memberi kita sesuatu yang lebih berharga dari uang, ayah kita membantu kita tumbuh besar dengan kasih sayang, saudara-saudari kita hidup berbagi bersama kita, dan teman-teman dekat kita memberi kita begitu banyak bantuan yang hampir tak terhitung jumlahnya. Kita mungkin pernah dan mengingat dengan jelas bahwa kita pernah memberikan sesuatu kepada mereka, satu per satu, dalam bentuk uang, jasa, barang tertentu.
Tapi pernahkah anda berpikir tentang suatu hal yang begitu dekat dengan anda namun anda tak menyadarinya dan begitu sukar menghadapnya? Saya akan bertanya kepada anda, hanya anda yang bisa menjawab pertanyaan ini. Jawablah dari lubuk hati anda, dengan sungguh-sungguh. Pernahkah anda memberikan sesuatu amal kepada pencipta kita? Kepada Allah?
Kita tak perlu melihat ke sisi ibu-ibu kita, atau pangkuan ayah-ayah kita, atau sapuan gurau saudara-saudara kita. Lihatlah kepada sesuatu yang jauh lebih dekat dengan kita, yang keberadaannya sedekat urat nadi kita sendiri, yang mengamati kita di setiap hembus napas kita, yang menjaga kita di setiap detik kita terjaga pun tertidur. Dia-lah sang pencipta, Allah azza wa jaala, tuhan semesta alam. Dia senantiasa menjaga kita, menolong kita, menyayangi kita, bahkan ketika kita mendurhakainya, mengabaikannya, mendustainya. Apakah anda semua tahu, siapa yang amalnya paling besar terhadap kita tanpa kita sadari? Ya, Allah ta’ala.
Katakanlah pada ibu-ibu anda yang merawat anda sedari dalam kandungan hingga seperti sekarang, katakan pada ayah-ayah anda yang mendidik anda hingga sekarang, pun jeritkan pada saudara-saudari dan teman-teman anda yang sudah mendukung hidup anda hingga sekarang! Apakah yang sudah anda berikan kepada Tuhan anda sebagai balasan atas kehidupan yang telah Dia berikan kepada anda?! Kepada setiap hidup yang telah dianugerahkan-Nya terhadap anda! Terhadap segala bentuk kebaikan dan nyawa yang telah diberikan-Nya kepada anda! Pernahkah anda memikirkan tentang betapa berdosanya anda sebagai seorang hamba yang Hina tak menganggap keberadaan Tuhannya?!
Anda dan saya, selalu berfikir tentang apa yang kita lakukan di dunia, tentang apa yang kita hasilkan di dunia sebagai bentuk aktualisasi diri, sebagai bentuk estimasi, sebagai bentuk tindakan untuk menunjukkan eksistensi kita di dunia ini. Lalu pernahkah anda berfikir tentang siapa yang sudah menciptakan anda dan menghadirkan anda ke dunia ini?! Pernahkah anda mengatakan pada diri anda sendiri bahwa anda dan saya hanyalah makhluk ciptaan-Nya yang tidak akan bisa menjadi apapun jika Allah tidak menciptakan kita?
Atas izin Allah azza wa jaala, saya akan mengisahkan kepada anda, cerita seorang sahabat Nabi salallahu alaihi wasalam, orang hebat yang menginfakkan seluruh harta dunianya demi ditukarkan oleh Allah berpuluh-puluh kali lipat di akhirat nanti.
Abu Darda radhiyallahu anhu namanya. Ia adalah seorang pengusaha kaya raya, pemilik sebuah kebun kurma raksasa yang didalamnya berdiri 600 pohon kurma. Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa seorang budak sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mampu membiayai hidupnya dan keluarganya hanya dengan merawat sebuah pohon kurma. Bayangkan betapa kayanya Abu Darda. Di kebun itu juga terdapat rumah dan sebuah sumur kepemilikannya. Rasulullah diriwayatkan sering menikmati kurma segar di kebunnya.
Pada suatu ketika, turunlah wahyu dari Allah kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam. Dalam sepotong ayat itu, Allah berfirman, yang artinya:
“barang siapa yang bisa memberiku pinjaman di dunia, maka niscaya akan aku gantikan berpuluh-puluh kali lipat di akhirat.”
Seketika Abu Darda datang kepada Rasulullah dengan tergesa. Dipandanginya wajah Rasulullah sembari ia bertanya.
“Ya Rasulullah! Apa benar Allah meminta pinjaman kepada kita sementara dia adalah Tuhan yang maha Kaya?!”
Rasulullah menjawab.
“benar. Allah telah memintanya.”
Lalu Abu Darda pun menjawab.
“Ya Rasulullah, ingatkah engkau pada kebun kurma dan rumah yang kumiliki?”
Rasulullah menjawab.
“tentu saja aku mengingatnya.”
Abu Darda dengan tegas menjawab.
“aku akan menginfakkannya kepada Allah untuk kemudian digantikan oleh Allah di akhirat nanti.”
Rasulullah awalnya terkejut. Ia tak pernah menyangka bahwa Abu Darda akan melakukan hal tersebut. Dan kemudian Rasulullah mengatakan.
“kalau begitu, bagi-bagikanlah harta kepemilikanmu (kebun kurma) itu kepada saudara—saudaramu yang kekurangan.”
Abu Darda bergegas kerumahnya selayaknya ia bergegas menghadap Nabi. Lalu ketika ia sampai di depan kebun kurmanya yang bipagai apik menghalau segala perusak, Abu Darda melihat isteri dan anaknya sedang asyik menikmati buah kurma basah di bawah pohon-pohon kurmanya. Maka Abu Darda berseru kepada isteri dan anaknya.
“wahai isteriku! Keluarkanlah anak-anak kita dari kebun ini!”
Isteri Abu Darda keheranan. Ia bingung mengapa suaminya tidak mau masuk ke dalam kebun itu sementara itu adalah kepemilikannya? Maka bertanyalah isterinya.
“ada apa, wahai Abu Darda?! Mengapa kau tak hendak masuk ke dalam kebunmu sendiri?!”
Abu Darda menjawab.
“kebun ini sudah bukan milik kita lagi, aku sudah menjualnya!”
Isteri Abu Darda awalnya terkejut. Wanita yang sudah ditarbiyah dengan baik itupun bertanya kembali.
“kau menjualnya kepada siapa, suamiku?!”
Abu Darda setengah menjerit saat panas mentari menyengat-nyengat.
“aku telah menjualnya kepada Allah untuk digantikan dengan sesuatu yang lebih besar di akhirat nanti!”
Isteri Abu Darda terkesiap, maka wanita itupun tersenyum, dan berkata.
“masyaallah..., sungguh itu adalah sebuah investasi yang sangat luar biasa.”
Kemudian isteri Abu Darda mulai memeriksakan kantong anak-anaknya supaya tak ada satupun biji kurma yang terbawa, adapun seorang dari anaknya telah memasukkan biji kurma itu ke dalam mulutnya, maka isteri Abu Darda mengeluarkannya sambil berkata.
“buah kurma ini sudah tidak halal lagi bagi kita, anakku. Ayahmu telah menjualnya kepada Allah.”
Masyaallah..., betapa mengagumkannya sahabat Nabi. Bukan hanya dia seorang, banyak sahabat-sahabat Nabi yang telah berinfak kepada orang lain tanpa meminta balasan duniawi seperti ucapan terima kasih, atau imbalan yang setimpal. Mereka mengharapkan ridha Allah melebihi apapun. maka hendaklah kita meniru hal serupa dengan yang mereka lakukan.
Nah, sekarang saya akan bertanya kembali kepada anda. Cobalah untuk menjawab pertanyaan ini sebaik mungkin semampu anda. Ingat, anda dan saya adalah sama, kita adalah ciptaan Allah azza wa jaala. Tak inginkah anda menginfakkan sesuatu kepada Allah?
Bahkan setelah wahyu tersebut turun, kemudian dituliskan kedalam Al-Qur’an dan diucapkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, tidakkah hati anda terketuk untuk sesegera mungkin mengoreksi diri sendiri? Anda tak perlu menceritakan pada orang lain tentang niat anda kepada Allah, anda tidak perlu memberitakan apa yang ingin anda berikan kepada orang-orang di sekitar anda. Mulailah dari hal-hal kecil, tak perlu langsung menyumbangkan seluruh harta benda anda kepada Allah seperti Abu Darda. Mulailah dari Shalat 5 waktu sehari semalam, berzikir kepada Allah, bershalawat kepada Nabi shalaulahu ‘alaihi wasallam, dan membaca kitab Al-Qur’an! Semua hal-hal kecil itu adalah bentuk infak kepada Allah, dan seperti janji Allah dalam firmannya, bahwa semua hal tersebut akan digantikan-Nya di akhirat nanti berpuluh-puluh kali lipat lebih baik dari apa yang sudah kita perbuat selama di dunia.
Masih ragukah anda untuk berinfak? Masih ragukah anda terhadap syurga-Nya? Tak inginkah anda melihat Tuhan anda? Mulailah dengan menginfakkan hal-hal kecil, kemudian perlahan-lahan, berserahlah kepada-Nya, insya allah hidup anda akan diberkati oleh-Nya. Wallahu alam.