BERAMAL
SEPERTI ABU DARDA
Setiap seorang dari kita pasti pernah beramal.
Ya, saya dan anda pernah mengeluarkan sesuatu untuk beramal, entah itu uang,
jasa, barang tertentu. Kita semua pernah beramal. Lalu, apa yang kita harapkan dari semua amal
itu? Pernahkah kita mendapatkan sesuatu yang sepadan dari apa yang kita berikan
kepada orang lain? Mungkin pernah. Pernahkah kita tidak mendapatkan apapun
meski seuntai kata terima kasih dari orang lain? Mungkin juga pernah. Lalu
pertanyaannya, apa yang kita harapkan dari setiap amal yang kita berikan pada
orang lain? Uang? Bantuan yang sepadan? Ataukah kita hanya beramal seikhlasnya
tanpa mengharap apapun dari orang lain? Wallahu
alam.
Mari kita merenung sejenak, untuk apa yang
sudah pernah kita berikan terhadap orang lain, tak perlu jauh-jauh. Pertanyakan
pada diri anda, apa yang telah anda berikan sebagai amal anda kepada
orang-orang terdekat anda. Apa yang sudah anda berikan pada ibu anda? Ayah
anda? Saudara-saudara anda? Sesepu-sesepu anda? Teman dekat anda? Mari pikirkan
kembali apakah kita pernah mengamalkan sesuatu kepada mereka sementara kita
tidak sadar bahwa mereka telah mengamalkan banyak hal kepada kita. Ibu kita
memberi kita sesuatu yang lebih berharga dari uang, ayah kita membantu kita
tumbuh besar dengan kasih sayang, saudara-saudari kita hidup berbagi bersama
kita, dan teman-teman dekat kita memberi kita begitu banyak bantuan yang hampir
tak terhitung jumlahnya. Kita mungkin pernah dan mengingat dengan jelas bahwa
kita pernah memberikan sesuatu kepada mereka, satu per satu, dalam bentuk uang,
jasa, barang tertentu.
Tapi pernahkah anda berpikir tentang suatu hal
yang begitu dekat dengan anda namun anda tak menyadarinya dan begitu sukar
menghadapnya? Saya akan bertanya kepada anda, hanya anda yang bisa menjawab
pertanyaan ini. Jawablah dari lubuk hati anda, dengan sungguh-sungguh. Pernahkah
anda memberikan sesuatu amal kepada pencipta kita? Kepada Allah?
Kita tak perlu melihat ke sisi ibu-ibu kita,
atau pangkuan ayah-ayah kita, atau sapuan gurau saudara-saudara kita. Lihatlah
kepada sesuatu yang jauh lebih dekat dengan kita, yang keberadaannya sedekat
urat nadi kita sendiri, yang mengamati kita di setiap hembus napas kita, yang
menjaga kita di setiap detik kita terjaga pun tertidur. Dia-lah sang pencipta,
Allah azza wa jaala, tuhan semesta
alam. Dia senantiasa menjaga kita, menolong kita, menyayangi kita, bahkan
ketika kita mendurhakainya, mengabaikannya, mendustainya. Apakah anda semua
tahu, siapa yang amalnya paling besar terhadap kita tanpa kita sadari? Ya,
Allah ta’ala.
Katakanlah pada ibu-ibu anda yang merawat anda
sedari dalam kandungan hingga seperti sekarang, katakan pada ayah-ayah anda
yang mendidik anda hingga sekarang, pun jeritkan pada saudara-saudari dan
teman-teman anda yang sudah mendukung hidup anda hingga sekarang! Apakah yang
sudah anda berikan kepada Tuhan anda sebagai balasan atas kehidupan yang telah
Dia berikan kepada anda?! Kepada setiap hidup yang telah dianugerahkan-Nya
terhadap anda! Terhadap segala bentuk kebaikan dan nyawa yang telah
diberikan-Nya kepada anda! Pernahkah anda memikirkan tentang betapa berdosanya
anda sebagai seorang hamba yang Hina tak menganggap keberadaan Tuhannya?!
Anda dan saya, selalu berfikir tentang apa yang
kita lakukan di dunia, tentang apa yang kita hasilkan di dunia sebagai bentuk
aktualisasi diri, sebagai bentuk estimasi, sebagai bentuk tindakan untuk
menunjukkan eksistensi kita di dunia ini. Lalu pernahkah anda berfikir tentang
siapa yang sudah menciptakan anda dan menghadirkan anda ke dunia ini?!
Pernahkah anda mengatakan pada diri anda sendiri bahwa anda dan saya hanyalah
makhluk ciptaan-Nya yang tidak akan bisa menjadi apapun jika Allah tidak
menciptakan kita?
Atas izin Allah azza wa jaala, saya akan mengisahkan kepada anda, cerita seorang
sahabat Nabi salallahu alaihi wasalam, orang hebat yang menginfakkan seluruh
harta dunianya demi ditukarkan oleh Allah berpuluh-puluh kali lipat di akhirat
nanti.
Abu Darda radhiyallahu
anhu namanya. Ia adalah seorang pengusaha kaya raya, pemilik sebuah kebun
kurma raksasa yang didalamnya berdiri 600 pohon kurma. Dikisahkan dalam sebuah
riwayat, bahwa seorang budak sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mampu
membiayai hidupnya dan keluarganya hanya dengan merawat sebuah pohon kurma.
Bayangkan betapa kayanya Abu Darda. Di kebun itu juga terdapat rumah dan sebuah
sumur kepemilikannya. Rasulullah diriwayatkan sering menikmati kurma segar di
kebunnya.
Pada suatu ketika, turunlah wahyu dari Allah
kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam. Dalam sepotong ayat itu, Allah
berfirman, yang artinya:
“barang
siapa yang bisa memberiku pinjaman di
dunia, maka niscaya akan aku gantikan berpuluh-puluh kali lipat di akhirat.”
Seketika Abu Darda datang kepada Rasulullah
dengan tergesa. Dipandanginya wajah Rasulullah sembari ia bertanya.
“Ya Rasulullah! Apa benar Allah meminta
pinjaman kepada kita sementara dia adalah Tuhan yang maha Kaya?!”
Rasulullah menjawab.
“benar. Allah telah memintanya.”
Lalu Abu Darda pun menjawab.
“Ya Rasulullah, ingatkah engkau pada kebun
kurma dan rumah yang kumiliki?”
Rasulullah menjawab.
“tentu saja aku mengingatnya.”
Abu Darda dengan tegas menjawab.
“aku akan menginfakkannya kepada Allah untuk
kemudian digantikan oleh Allah di akhirat nanti.”
Rasulullah awalnya terkejut. Ia tak pernah
menyangka bahwa Abu Darda akan melakukan hal tersebut. Dan kemudian Rasulullah
mengatakan.
“kalau begitu, bagi-bagikanlah harta
kepemilikanmu (kebun kurma) itu kepada saudara—saudaramu yang kekurangan.”
Abu Darda bergegas kerumahnya selayaknya ia
bergegas menghadap Nabi. Lalu ketika ia sampai di depan kebun kurmanya yang
bipagai apik menghalau segala perusak, Abu Darda melihat isteri dan anaknya
sedang asyik menikmati buah kurma basah di bawah pohon-pohon kurmanya. Maka Abu
Darda berseru kepada isteri dan anaknya.
“wahai isteriku! Keluarkanlah anak-anak kita
dari kebun ini!”
Isteri Abu Darda keheranan. Ia bingung mengapa
suaminya tidak mau masuk ke dalam kebun itu sementara itu adalah
kepemilikannya? Maka bertanyalah isterinya.
“ada apa, wahai Abu Darda?! Mengapa kau tak
hendak masuk ke dalam kebunmu sendiri?!”
Abu Darda menjawab.
“kebun ini sudah bukan milik kita lagi, aku
sudah menjualnya!”
Isteri Abu Darda awalnya terkejut. Wanita yang
sudah ditarbiyah dengan baik itupun bertanya kembali.
“kau menjualnya kepada siapa, suamiku?!”
Abu Darda setengah menjerit saat panas mentari
menyengat-nyengat.
“aku telah menjualnya kepada Allah untuk
digantikan dengan sesuatu yang lebih besar di akhirat nanti!”
Isteri Abu Darda terkesiap, maka wanita itupun
tersenyum, dan berkata.
“masyaallah..., sungguh itu adalah sebuah
investasi yang sangat luar biasa.”
Kemudian isteri Abu Darda mulai memeriksakan
kantong anak-anaknya supaya tak ada satupun biji kurma yang terbawa, adapun
seorang dari anaknya telah memasukkan biji kurma itu ke dalam mulutnya, maka
isteri Abu Darda mengeluarkannya sambil berkata.
“buah kurma ini sudah tidak halal lagi bagi
kita, anakku. Ayahmu telah menjualnya kepada Allah.”
Masyaallah..., betapa mengagumkannya sahabat
Nabi. Bukan hanya dia seorang, banyak sahabat-sahabat Nabi yang telah berinfak
kepada orang lain tanpa meminta balasan duniawi seperti ucapan terima kasih,
atau imbalan yang setimpal. Mereka mengharapkan ridha Allah melebihi apapun.
maka hendaklah kita meniru hal serupa dengan yang mereka lakukan.
Nah, sekarang saya akan bertanya kembali
kepada anda. Cobalah untuk menjawab pertanyaan ini sebaik mungkin semampu anda.
Ingat, anda dan saya adalah sama, kita adalah ciptaan Allah azza wa jaala. Tak inginkah anda menginfakkan
sesuatu kepada Allah?
Bahkan setelah wahyu tersebut turun, kemudian
dituliskan kedalam Al-Qur’an dan diucapkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam, tidakkah hati anda terketuk untuk sesegera mungkin mengoreksi diri
sendiri? Anda tak perlu menceritakan pada orang lain tentang niat anda kepada
Allah, anda tidak perlu memberitakan apa yang ingin anda berikan kepada
orang-orang di sekitar anda. Mulailah dari hal-hal kecil, tak perlu langsung
menyumbangkan seluruh harta benda anda kepada Allah seperti Abu Darda. Mulailah
dari Shalat 5 waktu sehari semalam, berzikir kepada Allah, bershalawat kepada
Nabi shalaulahu ‘alaihi wasallam, dan membaca kitab Al-Qur’an! Semua hal-hal
kecil itu adalah bentuk infak kepada Allah, dan seperti janji Allah dalam
firmannya, bahwa semua hal tersebut akan digantikan-Nya di akhirat nanti
berpuluh-puluh kali lipat lebih baik dari apa yang sudah kita perbuat selama di
dunia.
Masih ragukah anda untuk berinfak? Masih
ragukah anda terhadap syurga-Nya? Tak inginkah anda melihat Tuhan anda?
Mulailah dengan menginfakkan hal-hal kecil, kemudian perlahan-lahan,
berserahlah kepada-Nya, insya allah hidup anda akan diberkati oleh-Nya. Wallahu alam.