Minggu, 24 Maret 2013

UNTUK SANG MALAIKAT

Hari itu ,langit nampak mendung . butiran air hujan mulai menetes pelahan diperantarai oleh gemuruh guntur yang menyertai langit berkabut itu . seorang gadis kecil terlihat berlari-lari kecil dari kejauhan ,ia nampak kedinginan oleh cuaca dan suhu . di tangan si gadis kecil nampak melekat erat sebuah gelas aqua yang telah kosong . sang gadis kecil berlari pulang di tengah gerimis yang turun . langit tiba-tiba menjadi terang sesaat oleh sambaran kilat yang begitu terangnya ,beserta itu terdengar pula gemuruh guntur yang semakin menambah keras suasana .
Si gadis meringkup di bawah suasana yang begitu kelam ,ia merasakan takut akibat guntur dan kilat yang tanpa hentinya bersambaran di langit mendung . Tak berapa lama ,dari jalan ia berlari sampailah si gadis cilik di rumahnya . Itu merupakan sebuah pondok kecil yang telah reyot ,tua dan tak seharusnya ditempati karena sewaktu-waktu dapat roboh dengan sendirinya .
"Ibu..,aku pulang !" sahut sang gadis dengan suara kecilnya dari depan rumah .
"Masuk nak...!" seseorang menjawab sahutannya itu ,tak berapa lama kemudian sesosok wanita paruhbaya keluar dari dalam rumah sambil batuk-batuk . "kamu dari mana saja Aulia ?" tanya si ibu .
"Aku tadi habis main sama teman-teman bu' ,maaf hari ini aku tidak bisa dapat uang ,hari ini tidak banyak orang di pasar"
Sang ibu terkejut "nak ,kamu masih aja pergi ngamen ,kan udah ibu larang mestinya kamu nda usah ngamen lagi ,ibu tuh nda tega liat kamu kayak gitu .biar ibu aja yang kerja ,insyaallah dengan pekerjaan ibu untuk nyuciin tetangga ,kamu bisa sekolah . Kalaupun tidak ,ibu akan berusaha keras supaya Aulia bisa sekolah terus ,ya nak ya ." ujar sang ibu sambil tersenyum .
Aulia memeluk bunda tercintanya ,tanpa disadarinya matanya tengah meneteskan air mata "makasih ya bu' ,Aulia janji Aulia bakalan sekolah yang sungguh-sungguh ,supaya bisa ngeliat ibu bahagia"
"Iya ,ibu tahu kok ,kamu itu anak yang baik ,jadi belajarnya yang sungguh-sungguh ya . Yaudah ,kita makan dulu yuk ,barangkali masih ada sisa makanan tadi pagi yang ibu simpan ,kita makan sama-sama ya ."
"iya bu"
keesokan harinya ,Aulia yang tengah berusia 8 tahun lebih itu ,sedari pukul 3 pagi ia telah terbangun dari istirahatnya ,sebelumnya ia kesekolah ,ia akan menyusuri jalanan ,mencari bak-bak sampah yang dapat ia korek dengan sebuah tongkat kayu kecil . setelah mencari plastik ,kardus bekas dan bahan sampah lainnya ,Aulia beserta kedua temannya Andi dan Lela pulang kembali . Andi dan Lela sudah tidak bersekolah lagi ,dikarenakan mereka anak yatim piyatu ,mereka tinggal di sebelah rumah Aulia bersama Paman dan Bibi mereka ,mereka mungkin tak bisa bersekolah tapi semangat mereka untuk belajar sangat tinggi ,sehingga setiap kali Aulia pulang sekolah ,dia selalu memberi tahu Andi dan Lela apa saja yang ia pelajari ,sungguh semangat yang luarbiasa ,persahabatan dan semangat kebersamaan selalu beserta dalam langkah mereka .
pukul 5.30 ,Aulia berangkat sekolah ,karena tidak punya uang untuk naik kendaraan umum ,Aulia terpaksa harus jalan kaki ke sekolah sendirian . Ia tiba di sekolah kisaran pukul 7.30 ,itupun karena ia berlari . di sekolah ,Aulia di kenal sebagai siswi yang baik olehpara guru-gurunya maupun teman-teman sekelasnya . Aulia memasuki kelasnya di kelas 4D ,ia bercengkerama dengan teman-teman sekelasnya ,tak berapa lama kemudian pelajaran pertamapun masuk . ada banyak hal yang dapat dipelajari Aulia di sekolah ,terutama bersama teman-teman sebayanya dikelas .
Terlepas dari lingkup sekolah yang menyenangkan dengan kesibukan tugas yang melingkupi ,Auliapun berencana langsung pulang ke rumahnya . di pertengahan jalan ,Aulia menyempatkan dirinya singgah disebuah taman . Taman itu benar-benar tak terawat ,iapun dengan sigapnya memunguti sampah-sampah yang berserakan ,semua sampah plastik dan kertas-kertas yang berhamburan dipungutinya lalu ia masukkan ke dalam tasnya meski yak muat . Aulia berhenti sejenak ,diperhatikannya seorang nenek yang duduk membelakanginya di sebuah kursi taman yang dihiasi topiari di kedua sisinya .
Aulia menghampiri si orang tua itu, Aulia sedikit menatapnya sebelum ia bertanya.
"ehm, apa yang nenek lakukan di sini?" tanya Aulia pada si nenek.
"entahlah cu', seingat nenek, nenek ke sini untuk jalan-jalan. Tadi nenek bersama seseorang, tapi entahlah sekarang di mana dia?"
"apa nenek tersesat?"
"hah, apa kau bergurau? aku menua di tempat ini, jadi mana mungkin aku tersesat di kamar tidurku sendiri? Kau sendiri, apa yang kamu cari di tempat ini cu'?"
"aku baru saja pulang sekolah, sambilku mencari sesuatu yang bisa ku jual. Aku tadi memunguti sampah plastik di sana."
"kau tau cu', sangat sulit mendapat orang sepertimu lagi di dunia seperti ini. Orang-orang yang masih perduli, kau lihat taman ini, dahulu di sini penuh dengan bunga yang kemilau di pagi hari bersama embun dan sinar emas mentari pagi. Tapi semenjak zaman perindustrian muncul, tempat ini bahkan tak terlihat lagi layaknya nama yang diberikan dahulu. aku sering berlarian di tempat ini di sore hari, sembariku membawa layangan yang baru aku beli di pasar. Aku masih bisa membayangkan diriku berlari kecil di bawah terpaan sinar kelabu mentari sore, gelak tawaku bersama kawan-kawan masih terasa segar di telingaku kala aku duduk dan membayangkan di tempat ini. Tapi lihatlah sekelilingmu, kini bunga-bunga yang tadinya adalah mahkota bagi taman ini sekarang telah berganti oleh serakan sampah yang mungkin akan mencemari tempat ini untuk selamanya."
"aku turut prihatin. Ah, tapi aku yakin kalau orang-orang sadar akan indahnya tempat ini yang tak hanya dari luarnya saja mereka pasti akan kembali merawat tempat ini"
"hm, itu adalah harapan yang baik cu', tapi kau harus berusaha keras untuk mewujudkan harapanmu itu di waktu yang sekarang."
"apa nenek belum mau pulang?"
"yah, sepertinya telah lama aku di sini. pulang adalah ide yang bagus. Bisakah tolong kau antarkan aku cu', rupanya aku lupa ke mana arah rumahku."
"hehehe, baiklah memangnya alamat rumah nenek di mana?"
"hmm, biar aku ingat dulu. ah, aku ingat rumahku ada di jalan Mawar No.6, tapi entahlah nenek rasa usia ini sudah merenggut daya ingatku"
"hahaha, baiklah nenek. aku tahu di mana itu, mari aku antar."
Akhirnya, Aulia memutuskan untuk mengantarkan si nenek itu pulang ke rumahnya. Dan sesampainya mereka di sana, rupa-rupanya anggota keluarga sang nenek sudah lama mencari-carinya. si nenek tadi datang bersama seorang anaknya untuk membeli sebuah baju, tetapi karena mereka memilih terlalu lama, jadinya si nenek bosan dan pergi untuk jalan-jalan dan akhirnya tersesat.
Seusainya Aulia mengantar sang nenek kembali ke rumahnya, Auliapun segera berpulang kembali ke kediamannya. Di sana tepat di depan pintu, sang ibu telah berdiri menunggu bersama wajah cemasnya yang jelas tergambar di raut wajahnya yang mulai menua. Aulia tiba di rumahnya bersamaan dengan memudarnya kemilau perak matahari siang yang terganti oleh cahaya kelabu mentari sore. Sang ibu yang telah lama berdiri di depan rumah lekas berlari menghampiri anak semata wayangnya itu sembari berharap tak ada apa-apa yang terjadi padanya.
"Kamu tak apa-apa nak?" Segera dengan nada khawatir sang ibu menanyai Aulia.
"Aku tak apa bu" jawab Aulia lemas
"Kamu tadi dari mana saja sih? kok pulangnya lama sekali?"
"Tadi Aulia lagi mungutin sampah di taman sana, trus Aulia ketemu nenek yang lupa di mana rumahnya, nah Aulia anterin nenek itu dulu baru deh Aulia pulang."
"Syukurlah, ibu pikir ada apa-apa sama kamu. Ya sudah, sana mandi dulu gih, ibu udah siapin makan malam buat kamu"
"Iya bu"
Dengan pelan Aulia melangkah ke dalam rumahnya, senyum lega di wajah sang ibu nampaknya mulai terlihar berseri, tapi tiba-tiba senyum indah itu berubah menjadi jeritan.
"Auliaa......!!!!!?" Sang ibu menjerit sambil meminta tolong tatkala melihat anaknya jatuh pingsan tepat di depan pintu rumahnya. Orang-orang di sekitar langsung berdatangan ke rumah Aulia merespon teriakan sang ibu. Aulia digotong ke dalam rumah.
"Aulia, apakah penyakit itu sudah separah ini?" Ujar sang ibu dalam hati.
keesokan harinya, Aulia terbangun dan masih merasa pusing. Pagi itu langit nampak mendung, kelihatannya akan hujan, orang-orang di lingkungan tempat tinggal Aulia telah pergi dari pagi buta untuk mencari nafkah. Pagi mendung yang tak bersahabat, langit kelabu bag mencerminkan sebuah suasana yang menyedihkan. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi awan hitam mendung di langit pagi itu memberikan seutas benang rajutan firasat buruk akan satu hal.
Aulia berdiri dari tempat ia berbaring istirahat, ia menuju ke dapur hendak mencari ibundanya. Tapi tiba-tiba, Aulia menjerit sekeras-kerasnya sambil meremas dadanya dengan tangan mungilnya. Ia kesakitan, sang ibu berlari menghampirinya karena mendengar jeritan mengerikan itu. Ia tak kuasa membendung air matanya tatkala didapatinya anak semata wayangnya tengah sekarat di lantai rumah sambil meremas dadanya sendiri dengan mulut berlumuran darah. dengan cepat ia merangkul anaknya dan mencari pertolongan, sang ibu seakan kehilangan suaranya.
Sambil mengendong Aulia, sang ibu berlari bertelanjang kaki mencari pertolongan, tetapi di tempat itu telah kosong. Ibu Aulia berlari lagi sambil menatap dalam anaknya yang nampak sekrat. Dia menuju ke sebuah rumah sakit yang terletak di tengah kota, jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dengan berlari. Tapi demi anak semata wayangnya itu, dia rela berlari. Seperti yang terbayangkan, langit mendung itupun meneteskan air, entah itu berartikan dia ikut menangis ataukan hanya sebuah pelengkap altar penderitaan yang akan semakin melanda ibu dan anak itu menuju ke tujuan mereka? Entahlah, langit kelabu itu nampaknya tak bersahabat, Ibu Aulia masih terus berlari tanpa berputus asa, sambil menatap kosong jasad sekarat anaknya itu. Dia berlari, masih berlari.
"Bertahanlah nak," gumamnya sembari ia berlari di jalan becek yang harus ia tempuh sambil berharap anaknya takkan pergi meninggalkannya. Hujan makin lebat, namun semangat sang ibu itu masih tetap berkobar bahkan di bawah tirai hujan yang lebat.
"Ibu, uhuk...uhuk...uhuk.." Aulia tersadar, namun masih sekarat.
"Sudahlah nak, tak usah banyak berbicara, ibu akan mencarikanmu pertolongan."
Aulia kembali tak sadarkan diri.
"Jika dengan ini aku dapat menyelamatkanmu anakku, maka kehilangan kakiku untuk berlaripun tak apa, karena kau adalah satu-satunya yang menjadikanku sebagai seorang ibu, karena kau adalah anakku, dan kau adalah segalanya bagiku. Jadi tetaplah kuat, ibu selalu ada di sisimu, dan akan selalu menemanimu." gumam sang ibu dalam hati.
Sang ibu terus berlari tanpa kenal lelah, di bawah guyuran hujan, lantai bumi menjadi becek akibat tetes demi tetes air hujan yang turun dari langit, menambah berat langkah sang ibu. Tapi dia tidak menyerah, menempuh jarak yang cukup jauh dengan berjalan kaki demi sang anak rasanya adalah suatu kewajiban darinya. Dia terus melangkah dalam larinya, guyuran hujan menyamarkan air matanya yang terus menerus turun dan menetes untuk anaknya. Disaat ia mulai lelah, timbullah pikiran setan yang menggodanya, rasa takut akan kehilangan putri semata wayangnya terus menerus menghantui setiap langkah besar yang ia ambil, sang ibu semakin takut hingga lantai bumi yang licin dan sesat menjatuhkannya tepat di bawah guyuran hujan. Si ibu masih tetap menangis sambil menatapi tubuh anak perempuannya yang sudah sangat lemah. Ia tak tau harus berbuat apa, ketakutan terus membayangi dalam tangisan sang ibu, ia benar-benar bingung. Tapi, tiba-tiba disela-sela keterpurukannya oleh bayangan ketakutan, sebuah suara memanggilnya.
"ibu...." Tak lain suara tersebut berasal dari bibir kaku sang anak yang tergeletak sekarat sambil meremas dada mungilnya di depan sang ibu. sang ibu mendekatinya, perlahan dirabahkannya kepala si putri bungsunya itu di pangkuannya. Aulia menatap dalam mata sang ibu.
"Ibu nangis?" Ujar Aulia sambil menatap air mata yang menetes di wajah sang ibunda.
"Tidak nak, ibu tidak menangis" Jawab sang ibu, mencoba membuat Aulia tidak khawatir.
"Kenapa kita di luar?" Aulia sesekali tersedak dalam bicaranya akibat efek rasa sakit di dadanya.
"Ibu mencari obat untukmu nak, tenanglah kita akan sgera menemukan obat itu dan menyembuhkanmu segera ya"
"Iya" tapi, tiba-tiba rasa sakit di dada Aulia memuncak, bahkan sampai membuatnya menjerit lebih kuat dari yang tadi. Sang ibu tentu khawatir melihat hal tersebut.
"Ibu, tetaplah kuat. Selama ini, hanya ibu yang mau menyayangiku, ibulah segalanya bagiku." Dengan perlahan-lahan, Aulia kembali menutup matanya, ia benar-benar pingsan.
Sang ibu yang telah mendengar kata-kata dari anaknya tersebut menjadi lebih tegar, semangat kepercayaan terhadap anaknya muncul kembali, ia percaya anak kesayangannya masih akan hidup. Ia kembali bersemangat, kemudian di gendongnya lagi tubuh mungil Aulia yang sedang tak sadarkan diri, berlari lagi tanpa memperdulikan rasa takut atau apapun yang menghalanginya.
"karena ini adalah tugas seorang ibu, maka aku rela melepaskan tangan dan kakiku untuk menyelamatkannya. Ya Allah, sertakan aku keberanian, sesungguhnya aku hamba yang lemah, berikan aku kekuatan untuk melindungi hartaku yang paling berharga." Gumam sang ibu.
sang ibu tak berhenti berlari, meski sesekali ia terjatuh karena licinnya jalanan, ia tak melepaskan anaknya. kakinya telah letih berlari, namun ia masih terus memaksakan dirinya, hanya demi sang anaklah ia seperti ini. hampir sampai, jarak dari sang ibu dengan rumah sakit tujuannya telah sangat dekat, sang ibu begitu senang. Ia mempercepat langkahnya, dan dengan berkotor-kotor sang ibu langsung mesuk ke dalam rumah sakit tersebut dan mencari seorang dokter. Ia kebagian resepsionis dan menanyakan jadwal dokter di rumahsakit itu, namun sepertinya ia bernasib sial tetkala seluruh dokter yang ada di rumah sakit itu tengah sibuk dengan urusan mereka. Sungguh hancur hati sang ibu, namun ia tak tinggal diam. Ibu memohon kepada resepsionis untuk diizinkan memeriksakan anaknya.
"Tolonglah suster, anak saya sekarat. dia membutuhkan pertolongan segera, aku mohon biarkan aku untuk memeriksakannya, tolonglah.." Ucap sang ibu sambil menangis tersedu-sedu.
"aduh, ga bisa bu, tidak ada ruangan yang bisa ibu pakai." Ujar sang resepsionis mengutarakan alasan.
"Saya mohon, ini anak saya satu-satunya, selamatkanlah dia sus, saya mohon" Ibu terus memohon.
Karena merasa terganggu dengan kehadiran sang ibu yang terus merengek di hadapannya, suster itupun menelpon keamanan. Datanglah seorang satpam yang berniat meyeret sang ibu keluar rumah sakit.
"Ibu sudah mengganggu ketertiban rumah sakit ini, saya sarankan ibu segera keluar dari sini" Ujar sang satpam tegas.
"Tapi pak, tolong lihatlah keadaan anak saya, dia sekarat."
"Ibu harus tetap meninggalkan RS ini, apakah anda tidak mendengar perkataan suster tadi? Di sini tidak ada ruangan untuk anak ibu.
"Tolonglah pak, tolong kasihani anak saya.., dia anak saya satu-satunya pak, tolong." Sang ibu terus merintih.
Rupanya, tangisan dan rintihan sang ibu membuat iba pengunjung yang lain. Tiba-tiba seorang ibu maju menghampiri pak satpam.
"Rumah sakit macam apa ini?" bentaknya pada sang satpam yang berdiri di hadapannya. Satpam itu bingung.
"jika ada pasien, maka pihak rumah sakitlah yang harus merawatnya, bukan malah mengusir mereka. Tidakkah anda melihat keadaan anaknya yang lemas dan sekarat? Apa anda pernah punya anak? Jikalau anak anda mengalami hal seperti yang dialami ibu ini, apakah anda akan diam saja dan membiarkannya meninggal?"
Sang satpam hanya terdiam dan tertegun atas kata-kata si ibu yang barusan.
"sudah, kalian hanya menilai orang dari status sosialnya saja. Justru merekalah yang harus lebih diperhatikan, mereka orang yang tidak mampu. Katakan pada resepsionis, berikan mereka kamar, aku tak perduli meski itu kamar VIP sekalipun, segera sediakan mereka kamar!" Bentak sang ibu tadi. Satpam tadipun segera ke bagian resepsionis dan meminta sebuah kunci kamar VIP utk Aulia.
Ibu tadi menatap ibu Aulia, ia membantunya berdiri.
"terima kasih banyak bu', saya benar-benar minta maaf sudah merepotkan anda, tidak perlu kamar VIP, saya benar-benar minta maaf" Ujar ibu Aulia masih menangis terharu. Ibu tadi menggelengkan kepalanya, kemudian ia berkata
"tidak, akulah yang seharusnya berterimakasih pada anakmu ini. Karena dia aku masih bisa melihat sosok ibuku sampai akhir hidupnya nanti." Ujar ibu tadi. Aulia telah dibawa ke ruangannya sebelumnya.
"Kenapa anda berkata seperti itu? Apakah yang telah dilakukan oleh anakku?"
"dia anak yang sangat baik." Si ibu tadi menceritakan tentang tindakan Aulia yang membantu ibunya untuk pulang ke rumahnya. Rupanya si ibu ini adalah salah satu dari anggota keluarga nenek yang pernah ditolong oleh Aulia kemarin sore. Sang ibu hanya terharu mendengar tindakan anaknya dari ibu itu, ia benar-benar tidak menyangka semulia itu hati anaknya. Sesaat kemudian, seorang dokter menghampiri mereka dan memberi informasi bahwa Aulia harus dioperasi secepatnya, katrena kerusakan jantungnya sudah hampir mendekati kematian (sekarat).
"astaghfirullah....," ibu Aulia shok sekali mendengar pernyataan si dokter sampai-sampai airmatanya menetes lagi tanpa ia sadari. "tapi dok, saya tidak punya uang untuk biaya operasinya, saya tak bisa membiayainya dok..?" Ibu Aulia kembali merintih.
"Lakukan saja operasinya, biar saya yang melunasi biayanya." Sahut ibu yang tadi. Ibu Aulia berdalih menatap ibu itu, ia benar-benar tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"ta..tapi bu?"
"sudahlah, daripada mengkhawatirkan biaya rumah sakitnya, lebih baik ibu berdoa untuk kesembuhan Aulia," Ibu tadi menenangkan perasaan ibu Aulia. dengan begitu, perasaan Ibu Aulia menjadi terasa sedikit lega.
"aduh, saya minta maaf bu, gara-gara anak saya, ibu jadi ngeluarin biaya banyak. saya janji, saya akan berusaha bayar semua yang telah ibu berikan meskipun harus bekerja seumur hidup sama ibu, makasih bu" ujar ibu Aulia sambil memegang tangan si ibu itu.
"Itu tidak perlu, saya kan udah bilang, karena jasa anak ibu, saya masih sempat melihat wajah ibu saya dan menemaninya sampai ajal menjemputnya. Anggap saja ini sebagai balas budi saya pada Aulia ya bu."
"Iya, makasih banyak ya bu"
ibu Aulia tinggal di rumahsakit hingga malam menjemput. Tepat jam 19.20, Aulia tersadar setelah 2 jam menjalani operasi. Sang ibupun langsung menemui anaknya itu. Sang ibu menangis ketika memasuki ruangan tempat anaknya dirawat. Melihat keadaan anak semata wayangnya yang terbaring lemas di sebuah tempat tidur kecil membuatnya tak bisa menahan derai air matanya. Kamar VIP itu dilengkapi oleh sebuah AC yg terus menyala mempertahankan suhu ruangan. Ibu Aulia perlahan mendekati tempat tidur anaknya, dengan pandangan sayu ia menatap anaknya yang masih menutup mata.
"Aulia,.." Panggil sang ibu masih menangis.
Aulia rupanya merespon suara itu dan membuka perlahan kelopak matanya. Ditatapinya kemudian wajah ibunya yang mulai pucat pasi karena menangis dan sama sekali belum makan.
"Ibu, ibu blom makan ya? kok ibu nangis?" Tanya Aulia dengan suara parau.
"Nggak kok, ibu cuman kelilipan aja tadi, keadaannya Aulia gimana?"
"Aku udah baikan bu."
"Alhamdulillah...." Ucap lega ibunya.
"Bu, ini apa? kok bisa ditancapkan ke lengannya Aulia sih?"
"Kamu kan lagi sakit nak, jadi mesti dirawat pake itu biar cepat sembuh ya."
"iya."
"Oh iya, ini orang yang udah nolongin kamu sama ibu, ayo terimakasih sama tante."
Ibu Aulia memperkenalkan orang yang telah menolongnya pada Aulia.
"Makasih tante, tante baik banget." Ujar Aulia.
"Sama-sama sayang, tante juga terima kasih udah nolongin neneknya tante kemarin."
"iyah"
"Yaudah, tante keluar dulu ya mau beliin makanan untuk ibu kamu sama tante. Kamu istirahat ya." Aulia hanya mengangguk. Ibu tadipun segera keluar ke warung terdekat untuk membeli sesuatu. Kini keadaan di dalam kamar kembali sunyi, rasa khawatir masih tergambar jelas di wajah sang ibu.
"Ibu, makasih ya."
"Uum? Makasih kenapa Aulia?"
"Makasih karna udah selalu ngejagain Aulia, ibu selalu ada disamping Aulia dan nemenin Aulia, ibu selalu kuat untuk ngejagain Aulia, meskipun Aulia rewel ibu tetep mau ngejagain Aulia. Aulia sayang ibu, ibu sangat berharga untuk Aulia, makanya Aulia nggak mau liat ibu nabgis lagi, ibu janji kan sama Aulia" Mendengar kata-kata anaknya, sang ibu langsung meneteskan air mata, tak dia sangka anaknya bisa mengatakan hal sedalam itu, hati sang ibu bagai diremas tatkala menyaksikan keadaan anaknya saat ini.
"Iya nak, ibu janji."
"Kalo gitu, ibu hapusin dong air matanya. Sinih Aulia hapusin." Dengan senyum kecilnya, Aulia menggerakkan tangannya dan menghapus air mata yang berlinang di wajah ibunya.
Untuk malam itu, keadaan Aulia membaik, tapi tiba-tiba kabar buruk akhirnya menimpa. Jantung cangkokan yang didonorkan untuk Aulia ternyata tidak cocok dengan golongan darahnya, sehingga terjadi pembekuan darah dan komplikasi jantung. Begitulah, ibu yang shok lagi-lagi tak dapat menahan air matanya, ia benar-benar terpukul. Kehilangan satu-satunya harapan hidup merupakan pukulan telak bagi batin sang ibu, tetapi ia berusaha menabahkan diri sambila mengingat kembali kata-kata terakhir anaknya itu.
"Jika nanti Aulia gak sama-sama ibu lagi, ibu jangan sedih ya, Aulia selalu sayang ibu, jadi Aulia bakal terus temenin ibu, yah."
Mengingat kata-kata itu, batin sang ibu terasa sedikit lega, meskipun air matanya bercucuran, tapi ia berusaha untuk tetap tabah.
Itulah akhir kisah Aulia, sang ibu membawa jasad anaknya itu dan menguburkannya. Setiap hari, ibu Aulia selalu mengunjungi makam Aulia dan bahkan sering makan di sana. Rasa sayangnya terhadap anaknya membuatnya berpikir untuk selalu menemani anak semata wayangnya itu.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar